Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia memiliki peran penting dalam menjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang telah diwariskan oleh para ulama pendiri NU sambil merespons tantangan modernisasi, serta juga memiliki akar kuat dalam kearifan lokal dan nilai-nilai Islam yang moderat. Kepemimpinan dalam NU tidak hanya mengedepankan aspek keagamaan, tetapi juga memadukan prinsip-prinsip lokal yang telah mengakar dalam masyarakat. Di sisi lainnya, kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam NU menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa nilai-nilai tradisional tetap relevan di tengah perubahan zaman. Dua prinsip utama yang menjadi landasan kepemimpinan NU adalah amanah (kepercayaan) dan maslahah (kebaikan bersama). Bagaimana prinsip-prinsip tersebut diimplementasikan dalam kepemimpinan NU serta relevansinya dengan kearifan lokal?
Amanah merupakan prinsip yang menekankan tanggung jawab dan kepercayaan dalam memegang suatu jabatan atau peran. Dalam konteks NU, seorang pemimpin diharuskan untuk menjalankan tugasnya dengan integritas, transparansi, dan kejujuran. Prinsip ini sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang mengutamakan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. Misalnya, dalam tradisi pesantren, kiai sebagai pemimpin spiritual dan juga bertindak sebagai pemimpin masyarakat yang harus menjaga kepercayaan umat.
Implementasi prinsip amanah dalam NU dapat dilihat dari proses seleksi pemimpin yang melibatkan musyawarah dan mufakat. Hal ini mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang berakar pada budaya lokal Indonesia. Selain itu, pemimpin NU juga diharapkan untuk selalu mendengarkan aspirasi masyarakat dan mengambil keputusan yang mengutamakan kepentingan bersama.
Maslahah adalah prinsip yang menekankan pada kebaikan bersama atau kemaslahatan umat. Dalam NU, prinsip ini diwujudkan melalui berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan pendidikan masyarakat. Misalnya, melalui lembaga-lembaga seperti Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU), Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU), dan Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), organisasi ini berupaya menciptakan manfaat bagi masyarakat luas.
Prinsip maslahah dalam konteks kepemimpinan yang bertanggung jawab dalam NU harus inklusif dan partisipatif. Artinya, keputusan-keputusan penting dalam organisasi harus melibatkan berbagai pihak, termasuk ulama, kiai, santri, dan masyarakat umum. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat solidaritas internal NU, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan yang diambil relevan dengan kebutuhan masyarakat sebagai kearifan lokal.
Kearifan lokal ini memainkan peran penting dalam implementasi prinsip maslahah. NU seringkali mengadopsi pendekatan budaya dalam menyelesaikan masalah sosial, seperti melalui mediasi adat atau tradisi gotong royong. Hal ini menunjukkan bahwa NU tidak hanya mengedepankan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga menghargai budaya lokal sebagai bagian dari solusi.
Kepemimpinan NU tidak dapat dipisahkan dari kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, dan penghormatan terhadap tradisi menjadi bagian integral dari cara NU memimpin. Integrasi ini tidak hanya memperkuat legitimasi kepemimpinan NU, tetapi juga memastikan bahwa keputusan yang diambil relevan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di tengah arus modernisasi .
Kepemimpinan yang bertanggung jawab berbasis kearifan lokal dalam NU merupakan perpaduan antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal yang telah mengakar. Prinsip amanah dan maslahah menjadi landasan utama dalam menjalankan kepemimpinan yang bertanggung jawab dan berorientasi pada kebaikan bersama. Melalui implementasi kedua prinsip ini, NU terus memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan sejahtera. Harapannya, kepemimpinan NU ke depan dapat terus memainkan peran sebagai penjaga tradisi sekaligus pelopor inovasi dalam menjawab tantangan zaman guna menjaga keseimbangan antara mempertahankan tradisi dan merespons modernisasi.
*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo