Search

Transformasi Perencanaan Strategis di Nahdlatul Ulama Melalui Lensa Perilaku Organisasi dan Kinerja Berbasis Lokalitas
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada tahun 1926 dengan tujuan utama menjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyyah (Aswaja An Nahdliyyah) dan melestarikan nilai-nilai lokalitas di tengah arus modernisasi. Sebagai organisasi yang berbasis di masyarakat, NU memiliki jaringan yang luas hingga ke tingkat desa, yang membuatnya memiliki pengaruh signifikan dalam kehidupan sosial, politik, dan keagamaan di Indonesia dan dunia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, NU menghadapi tantangan baru, seperti globalisasi, perubahan demografis, dan tuntutan transparansi organisasi. Melalui lensa perilaku organisasi dan kinerja berbasis lokalitas, kita dapat melihat bagaimana NU mengadaptasi strateginya untuk tetap relevan dan efektif dalam menjawab tantangan zaman.

NU sebagai organisasi keagamaan dan sosial terbesar di dunia, telah mengalami berbagai transformasi dalam perencanaan strategisnya seiring dengan perkembangan zaman. Transformasi ini tidak hanya mencerminkan adaptasi terhadap tantangan global, tetapi juga memperkuat akar lokalitas yang menjadi ciri khas NU yang mengusung konsep al-muhafadhah ‘ala al-qadim as-shalih wa al-akhdhu bi al-jadid al-ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik).

Transformasi perencanaan strategis di NU dapat dilihat dari beberapa aspek : 1) Pergeseran dari Pendekatan Tradisional ke Modern. NU, yang awalnya mengandalkan pendekatan tradisional dalam pengambilan keputusan, kini mulai mengadopsi metode perencanaan yang lebih modern dan sistematis. Hal ini terlihat dari penggunaan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dalam merumuskan strategi organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap organisasi. Selain itu, NU juga mulai memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. 2) Penguatan Basis Lokalitas. Meskipun NU telah mengadopsi pendekatan modern, organisasi ini tetap mempertahankan nilai-nilai lokalitas sebagai inti dari perencanaan strategisnya. Misalnya, program-program NU dirancang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat akar NU di masyarakat, tetapi juga meningkatkan relevansi organisasi dalam konteks lokal. 3) Partisipasi Aktif Anggota. Transformasi perencanaan strategis di NU juga ditandai dengan meningkatnya partisipasi aktif anggota dalam proses pengambilan keputusan. Melalui musyawarah dan mufakat, NU memastikan bahwa suara anggota di tingkat akar rumput didengar dan dipertimbangkan dalam perumusan strategi organisasi.

Baca Juga:  Gempita Muharam 1442 Hijriah, Ini Aksi Cinta Yatim NU Bakung Udanawu Blitar

Perilaku organisasi di NU dipengaruhi oleh nilai-nilai keislaman yang kental (seperti keikhlasan, kebersamaan, dan keadilan), budaya, dan sosial yang dianut oleh anggotanya. Beberapa karakteristik perilaku organisasi yang menonjol di NU antara lain : 1) Kolaborasi dan Solidaritas. NU memiliki budaya kolaborasi dan solidaritas yang kuat, yang tercermin dalam berbagai program sosial dan keagamaan. Nilai-nilai ini menjadi dasar bagi NU dalam membangun jaringan dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik di tingkat lokal maupun nasional. 2) Adaptabilitas. Sebagai organisasi yang telah berdiri selama satu abad, NU telah menunjukkan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan eksternal. Hal ini terlihat dari respons NU terhadap isu-isu kontemporer, seperti radikalisme, perubahan iklim, dan kesenjangan sosial. 3) Kepemimpinan yang Inklusif. NU memiliki tradisi kepemimpinan yang inklusif, di mana para pemimpin dipilih berdasarkan konsensus dan kemampuan untuk memimpin. Pendekatan ini memastikan bahwa kepemimpinan NU tetap relevan dan responsif terhadap kebutuhan anggota.

Baca Juga:  Jamaah Haji Mulai Wukuf di Arafah, Khotbah Diterjemahkan 10 Bahasa

Kinerja NU dalam menjalankan program-programnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi ini dalam memahami dan memanfaatkan potensi lokal. Beberapa indikator kinerja berbasis lokalitas yang dapat diamati antara lain : 1) Program Pemberdayaan Ekonomi. NU telah meluncurkan berbagai program pemberdayaan ekonomi berbasis lokal, seperti koperasi, pelatihan keterampilan, dan pendampingan usaha kecil. Program-program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal. 2) Pendidikan dan Pelatihan. NU memiliki jaringan pesantren dan lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Melalui pendidikan berbasis lokalitas, NU berhasil mencetak kader-kader yang memahami konteks sosial dan budaya masyarakat setempat. 3) Respons terhadap Bencana Alam. NU dikenal memiliki respons yang cepat dan efektif dalam menangani bencana alam. Organisasi ini memanfaatkan jaringan lokalnya untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada korban bencana, yang mencerminkan kinerja berbasis lokalitas yang kuat.

Baca Juga:  Bupati Situbondo Bertekad Kuatkan Sinergi dengan Muslimat NU

Transformasi perencanaan strategis di NU menunjukkan bahwa organisasi ini mampu mengintegrasikan pendekatan modern dengan nilai-nilai lokalitas yang menjadi ciri khasnya. Melalui analisis perilaku organisasi dan kinerja berbasis lokalitas, dapat disimpulkan bahwa NU telah berhasil mempertahankan relevansinya di tengah perubahan zaman. Ke depan, NU perlu terus mengembangkan strategi yang inovatif dan inklusif untuk menghadapi tantangan global tanpa mengabaikan akar lokalitasnya. Transformasi ini tidak hanya penting bagi keberlanjutan NU sebagai organisasi, tetapi juga bagi kontribusinya dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, Islam Rahmatan lil ‘Alamin.

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA