Search

Menjadi Santri Teladan Hadratussyaikh KH M. Hasyim Asy’ari Lewat Jalur Berkhidmat Di NU
Oleh : Heri Junaidi, S.Sos.*)

Majalahaula.id – Tidak terasa Hari Lahir Ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) dengan tema ‘Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat’ akan diperingati lagi, tepatnya pada 16 Rajab 1446 H atau 16 Januari 2025 M, dan PBNU akan menggelar Kick Off sebagai awal dari rangkaian acara Harlah NU Tahun 2025 ini di Lobi Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Salemba, Jakarta Pusat, sedangkan PWNU Jawa Timur akan melaksanakannya di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Berdirinya NU ini tidak terlepas dari sosok Hadratussyaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari. Beliau adalah seorang ulama, pahlawan nasional, serta merupakan pendiri sekaligus Rais Akbar (pimpinan tertinggi pertama) organisasi massa Islam, Nahdlatul Ulama (NU). Dikenal juga sebagai Pendiri dan Pengasuh pertama salah satu pondok pesantren tertua di Indonesia yakni Pondok Pesantren Tebuireng yang beralamat di Jalan Irian Jaya No.10 Desa Cukir Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Beliau memiliki julukan Hadratussyaikh yang berarti mahaguru dan telah hafal Kutub At-Tis’ah (9 kitab hadits), serta memiliki gelar Syaikhu al-Masyayikh yang berarti Gurunya Para Guru. Beliau meninggal dunia dalam usia 76 tahun pada 21 Juli 1947 M atau 3 Ramadhan 1366 H yang dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng dan diziarahi ribuan orang setiap harinya.

Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang visioner dan memiliki banyak petuah yang terkenal. Salah satu petuahnya adalah, “Siapa yang mau mengurusi NU, aku anggap sebagai santriku. Siapa yang menjadi santriku, aku doakan husnul khatimah beserta anak cucunya”. Petuah Beliau ini membuka jalur untuk menjadi santri Beliau tanpa batasan-batasan yang mengikat (waktu, tempat, pendidikan, pekerjaan) yang bisa dilalui dengan cara merawat dan meneruskan ajarannya di bidang keilmuan, dan/atau berkhidmat di NU.

Baca Juga:  Sulitnya Berhijrah

Sementara dari jalur berkhidmat di NU dapat dilakukan secara struktural maupun kultural, dengan cara : 1) mengikuti dan menghidupkan kegiatan NU; 2) mengamalkan sikap keagamaan NU, seperti tawasuth (moderat), tasamuh (toleransi), tawazun (seimbang), dan amar ma’ruf nahi munkar (mencegah dari perbuatan yang tidak terpuji); 3) membuka dan mendirikan kios atau toko halalmart, aswaja toko, dan lain-lain; 4) memberikan opini tentang pemikiran yang moderat sesuai dengan paham keagamaan yang ada di NU; serta 5) bisa dilakukan dengan cara menjadi pengurus NU secara ikhlas dan tulus, artinya tidak peduli jabatannya apa, tetapi yang terpenting adalah meneruskan perjuangan Hadratussyaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari.

Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar dalam Kata Sambutan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama (AD/ART NU) menegaskan,“ Kekuatan jam’iyah Nahdlatul Ulama sebenarnya sangat luar biasa. Tapi, selama ini, banyak warga Nahdlatul Ulama yang hanya memosisikan diri sebagai jamaah, belum ber-jam’iyah. Inilah yang perlu kita jam’iyah-kan. Dan, pemahaman terhadap AD/ART merupakan pintu gerbang dalam proses men-jam’iyah-kan jamaah tersebut”.

“(Karena) yang beda itu antara warga dan kader. Kalau kader ikut pelatihan, kalau lulus dibaiat. Jadi pengurus di SK, dibaiat. Warga nggak usah dibaiat. Nanti kalau warga harus dibaiat, itu bakul-bakul gethuk, tukang becak njaluk baiat kabeh kan pusing kita. Nanti jangan-jangan copet-copet minta baiat semua, repot kita. Ada ukuran masing-masing. Semuanya NU, sudah NU,” ucap Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam Konsolidasi Keluarga Maslahat di Semarang, Ahad (14/5/2023).

Baca Juga:  Meniscayakan Horizon Rozin

Kesiapan berkhidmat di NU dimulai dengan ketulusan niat karena Allah SWT atau ikhlas yang merupakan salah satu konsep fundamental dalam Islam; zahidan (zuhud) yakni mampu dengan proporsional menyikapi kepentingan pada tempat yang tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi; munaddziman (organisatoris) yakni mengerti manajemen dan tata kelola administrasi yang dapat meningkatkan produktivitas, akuntabilitas, dan keamanan data organisasi; muharrikan (menggerakkan) yakni mampu menggerakkan semua elemen dalam organisasi dalam mencapai visi dan misi dengan bersama-sama menjalankannya; bisa naf’un linnaas (bermanfaat) yakni membangun hubungan sosial, meningkatkan kualitas hidup, dan menciptakan dampak positif di lingkungan sekitar; ihtimam bi umuuril muslimin (peduli orang lain) yakni memperkuat rasa empati dengan mampu untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain guna menciptakan masyarakat yang saling mendukung dan memperhatikan; serta tanamkan pada diri kita bahwa ‘Saya butuh NU’ yakni segenap kemampuan (skill) kita miliki, baik lulusan Pondok Pesantren ataupun Pondok Ramadlan (Umum), untuk dicurahkan demi kemaslahatan.

Namun, adakalanya lulusan umum masih enggan atau minder bergabung menjadi pengurus NU dikarenakan kemampuan ilmu agamanya dianggap terbatas, yakni tidak bisa baca Kitab Kuning seperti lulusan pondok pesantren yang dominan di kepengurusan NU. Seolah-olah tidak cocok atau tidak dibutuhkan di kepengurusan NU. Realitanya, NU itu terbuka bagi para Nahdliyyin lulusan umum untuk menjadi pengurus NU dengan membentuk Lembaga/Badan Khusus, sebagaimana yang termaktub pada Pasal 17 ayat (1) dan (6) AD/ART NU, bahwa Lembaga adalah perangkat departementasi perkumpulan Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penanganan khusus. Pasal 19 ayat (1) ART NU bahwa Badan Khusus berfungsi sebagai pengelola, penyelenggara, dan pengembangan kebijakan perkumpulan di bidang tertentu. Bagi yang berprofesi sebagai dokter, bidan, perawat atau medis bisa menjadi bagian pada Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU yang bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan; pengacara/advokat bisa menjadi bagian pada Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum; perencana pada instansi pemerintah bisa menjadi bagian pada Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama yang bertugas untuk menyiapkan, mengkaji, dan menyusun dokumen perencanaan, mengevaluasi pelaksanaan rencana organisasi, serta mengukur kinerja organisasi

Baca Juga:  Optimalisasi Peran DPS

Berkhidmat dalam perkumpulan NU bukanlah ladang untuk berniaga, mencari harta, ataupun mengejar jabatan, akan tetapi merupakan ladang untuk beribadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu, jika berkhidmat di NU dengan ikhlas dan tulus di dalamnya, pasti akan menemukan rezeki dari pintu manapun karena nilai barokah NU.

 

 

*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA