Majalahaula.id – Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) diperlukan guna beradaptasi dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi dan informasi yang menuntut untuk memiliki kemampuan berpikir kritis dan reflektif yang melibatkan proses mengolah informasi secara logis, yakni menjelaskan apa yang telah dilakukan, memperbaiki kesalahan, dan mengkomunikasikan ide, sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan pemecahan permasalahan.
Dalam organisasi, berpikir kritis dan reflektif dapat membantu dalam beberapa hal yaitu komunikasi dan kolaborasi, pengambilan keputusan yang efektif, pemecahan masalah, serta menavigasi kompleksitas kehidupan modern. Namun, sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan ini secara alami. Banyak orang cenderung terjebak dalam pemikiran yang dangkal, terpengaruh oleh emosi atau opini orang lain, serta rentan terhadap bias kognitif yang dapat mengganggu proses pengambilan keputusan yang rasional. Akibatnya, justifikasi kelayakan keputusan yang diambil tanpa adanya berpikir kritis dan reflektif yang memadai sering kali tidak menghasilkan hasil yang optimal. Keputusan yang didasarkan pada emosi semata, persepsi yang bias, atau informasi yang tidak akurat dapat berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan organisasi. Misalnya, dalam konteks penyusunan rencana kerja organisasi, keputusan yang tidak didasarkan pada evaluasi yang objektif dapat berdampak pada penurunan produktivitas, kesalahan dalam mengidentifikasi peluang, atau kesalahan dalam memecahkan masalah yang kompleks.
Sehingga, kita selaku jam’iyyah Nahdlatul Ulama harus mampu memahami dan menggali permasalahan yang sebarannya menjangkau beberapa aspek kehidupan dengan melihatnya dari berbagai perspektif dan menggunakan pendekatan lintas-disiplin ilmu, lintas-kepakaran, dan solusi atas masalah tersebut yang membutuhkan berbagai kompetensi secara terpadu. Dengan kata lain, identifikasi kebutuhan/masalah dan pencarian solusi atas permasalahan tersebut perlu dilakukan melalui pertukaran pengetahuan secara sistematis dan kolaboratif.
Hemat Penulis, kehadiran Badan Perencanaan pada Nahdlatul Ulama sebagai badan khusus yang sangat diperlukan pada aspek perencanaan, pengendalian dan evaluasi perkumpulan guna memperjelas tujuan perkumpulan dengan memberikan kerangka yang terukur, menyeluruh, terarah, terpadu, serta berkelanjutan agar terbangun kemandirian dalam mengelola perkumpulan yang memiliki arti bahwa pengelolaan dan pelaksanaan program dan kegiatan perkumpulan secara akuntabel dan transparan, serta menjamin laju perkembangan, keseimbangan dan kesinambungan kinerja NU pada setiap tingkatan pengurus NU, baik PBNU sampai dengan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama (PAR NU). Sehingga menjadi satu kesatuan tata cara perencanaan perkumpulan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan.
Badan Perencanaan hadirnya pula untuk menggagas open minded dan agent of change karena dapat meningkatkan inovasi, kolaborasi, dan kerja sama tim pada jam’iyyah NU. Menurut para ahli, open minded atau pemikiran terbuka adalah kemampuan untuk menerima berbagai ide, gagasan, dan informasi tanpa prasangka, penilaian buruk, atau ketertutupan terhadap perbedaan. Jason Baehr mendefinisikan orang yang berpikiran terbuka sebagai orang yang memberikan pendengaran yang adil dan tidak memihak. Jack Kwong melihat pemikiran terbuka sebagai kesediaan untuk mengambil sudut pandang baru dengan serius. John Dewey dan Bertrand Russell berpendapat bahwa keterbukaan pikiran adalah salah satu tujuan mendasar pendidikan.
Sedangkan agent of change atau agen perubahan adalah individu atau kelompok yang membantu masyarakat atau organisasi untuk melakukan perubahan. Havelock, agen perubahan adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau inovasi berencana. Robbins & Coulter, agen perubahan adalah orang yang bertindak sebagai katalisator dan mengelola perubahan yang terjadi. Griffin dan Pareek, agen perubahan adalah orang profesional yang membantu masyarakat atau kelompok merencanakan pembangunan atau membentuk kembali sasaran. Timotian Duha, agen perubahan melakukan perubahan melalui serangkaian kegiatan atau tindakan.
Meskipun awalnya tampak tidak biasa atau tidak nyaman, penting untuk terus belajar dan berkembang bersama dengan Badan Perencanaan yang kompeten dalam hal cakap perencanaan, baik dari akademisi maupun praktisi perencanaan untuk berkhidmat di NU. Oleh karenanya, diperlukan soft skill yakni kemampuan berkomunikasi, berinteraksi, dan berkolaborasi secara toleran atas adanya perbedaan pendekatan, point of view (cara pandang), budaya, dan prinsip adalah penting sepanjang seluruh proses menuju penyelesaian masalah dengan pengetahuan dan kompetensi tetap berlandaskan nilai-nilai Ahlussunnah Waljamaah A-Nahdliyah. (hj)
*) Penulis adalah Wakil Ketua I MWCNU Panji dan Sekretaris Pengurus Cabang Badan Perencanaan Nahdlatul Ulama (PC BAPENU) Kabupaten Situbondo