Majalahaula.id – Sekjen DPP Partai NasDem Hermawi Franziskus Taslim, mengatakan bahwa andai ada manusia suci setelah Yesus Kristus, maka Gus Dur manusia setelahnya. Keyakinan Taslim ini pasti diamini oleh sebagaian umat minoritas Indonesia. Sebab, kontribusi Gus Dur begitu besar dalam melindungi umat kristiani dari ancaman teror dan kerusuhan massal.
Pandangan mantan fungsionaris DPP PKB (1998-2013) dilontarkan di sela-sela breakfast di Hotel Platinum Surabaya sewaktu acara Workshop Anggota DPRD Propinsi dan Kabupaten/kota se-Jawa Timur dari NasDem, pada Sabtu-Senin, 30 November-2 Desember 2024.
Mantan aktivis PDI Jakarta sampai 1997 ini pada saat berada di Jatim secara khusus berziarah ke makam Gus Dur di Pesantren Tebuireng Jombang. Ia datang berdoa sekaligus lapor kepada sang idola yang sangat dicintainya.
Aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI) punya hubungan personal dengan Gus Dur selama di PKB. Seorang tokoh besar yang mau melakukan outokritik terhadap diri sendiri.
Kata advokat keturunan Tionghoa Padang ini, Gus Dur merupakan manusia yang punya perhatian luar biasa pada pendidikan. Siapa pun yang minta surat rekomendasi untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri, selalu ditandatangani tanpa lihat latar orang yang memintanya.
Taslim pernah mengingatkan Gus Dur, apa tidak sebaiknya mahasiswa yang minta tanda tangan disaring terlebih dahulu? Gus Dur mengatakan, “tak usah. Kuliah itu sudah susah. Orang mau kuliah di luar negeri itu sudah untung”.
Di Indonesia, menurut aktivis yang dinobatkan masuk 21 tokoh kristiani oleh majalah Narwastu, bahwa ada dua tokoh yang langganan dimintai rekom kuliah ke luar negeri, yaitu Romo Frans Magnis Suseno dan Gus Dur sendiri.
Di mata Taslim, Gus Dur adalah sosok manusia yang terlalu baik. Sudah tahu, ia ditipu. Ia biarkan orang tetap mengambil keuntungan dari dirinya. Ia berprinsip lebih baik dirinya yang ditipu daripada orang lain yang menjadi korban.
Ada orang Jiran yang acapkali datang ke Jakarta dan minta Gus Dur memfasilitasi kebutuhan akomodasi dan transportasinya. Orang Malaya ini berjanji kepada Gus Dur akan mempertemukan dengan berbagai tokoh penting dunia.
Banyak yang memberi tahu Gus Dur, bahwa tamu asing ini sekadar Pemberi Harapan Palsu (PHP). Gus Dur bilang, “Saya sudah tahu. Daripada ia merepotkan orang lain, lebih baik ia merepotkan saya”. Jiwa yang welas asih seperti ini adalah perwujudan dari sifat “rahman” dalam namanya.
Ketua Ikatan Alumni PMKRI ini merupakan salah satu saksi dari kedermawanan Gus Dur yang hanya tahu kamus memberi. Para kiai daerah yang bertandang kepadanya selalu diberi bisyarah sewaktu mau pulang. Kendati ia sendiri akhirnya tak pegang uang.
Taslim bercerita, ia melihat ada orang yang memberi uang kepada Gus Dur. Tak begitu lama, ada tamu yang datang mengadukan kesulitan finansial, uang tersebut tak butuh waktu lama, diberikan kepada yang bersangkutan.
Suami dari Kusnaningsih M Bu’ulolo ini menyaksikan kejadian seperti di atas bukan hanya sekali dua kali. Ayah 3 anak ini seringkali menyaksikan sikap Gus Dur yang memberi tanpa berharap kembali. Seorang yang tahu bahwa dirinya hanya parantara rezeki bagi orang lain, yakin setiap yang bernyawa sudah ada bagian fadil dari Tuhan, serta selalu berpasrah diri kepadaNya.
Suatu hari Gus Dur mengajak makan durian di Kalibata. Di tempat durian dari berbagai daerah itu, Gus Dur lama tak beranjak ke tempat lain. Kemudian ada orang berhenti makan durian sekaligus membayarkannya. Usut punya usut, ternyata Gus Dur tak pegang uang untuk membayar sampai ada orang yang membayarinya.
Pasti sulit menemukan sosok yang memiliki keyakinan sangat tinggi seperti Gus Dur ini. Pribadi yang selalu memelihara harapan di tengah-tengah orang yang putus asa. Al-Raja’ inilah rupanya menjadi energi Gur Dur berjuang tanpa mengenal lelah dan kata menyerah, selama hayat masih di kandung badan.
Gus Dur memang seorang penulis produktif yang memiliki kolom di berbagai media. Ia seorang intelektual muslim yang memiliki pemikiran yang cerdas dan brilian.
Gus Dur, kata Taslim, kalau butuh uang. Ia datang ke Kompas. Ia minta kertas untuk menulis. Selesai, ia langsung minta honor walau belum tahu kapan dimuat. Penulis yang bisa begini hanya Gus Dur seorang yang mendapat privilege dari koran terbesar di Tanah Air.
Di Tempo, Gus Dur menulis kolom sejak 1970an hingga jadi presiden. Redaksi yang dipunggawai oleh Gunawan Mohamad, bila dihitung tak kurang dari seratus naskah. Temanya luas, mulai dari soal keagamaan, pesantren, profil kiai, sosial ekonomi, politik, musik sampai olah raga.
Di Redaksi Tempo, disediakan satu set meja, kursi dan mesin ketik yang digunakan oleh Gus Dur menulis hampir setiap Minggu. Gus Dur seorang penulis yang terlampau produktif. Satu tulisan belum dimuat, sudah ada naskah tulisan baru. Otaknya benar-benar encer mendiskripkan kejadian sederhana menjadi serius luar biasa dengan persepektif baru.
Kumpulan tulisan Gus Dur di Tempo dibukukan dengan judul Melawan Melalui Lelucon: Kumpulan Kolom Abdurrahman Wahid di Tempo (2000). Tulisan-tulisan tersebut rerata digarap tak kurang dari 2 jam. Luar biasa cepat, Gus Dur kalau menulis.
Yang paling mengesankan bagi Taslim, sewaktu ditunjuk sebagai karteker Ketua DPW PKB Sumatera Selatan. Semula Taslim menolak dengan alasan ia dari umat minoritas agama sementara daerah tersebut mayoritas beragama Islam. Ia khawatir penunjukan dirinya resisten dan menimbulkan penolakan di daerah.
Gus Dur bukan hanya menolak alasan Taslim tapi memicu amarah besar. Sampai Gus Dur keluar dari kantor PBNU. Biasanya kalau Gus Dur sedang tidak enak hati. Ia akan pergi kedua tempat. Salah satunya tempat Marsilam Simandjuntak. Ternyata benar, Gus Dur pergi ke rumah teman sejawatnya di Fordem ini. Di tempat Marsilam, Taslim nyamperi Gus Dur sambil minta maaf sekaligus menerima penunjukannya sebagai Ketua DPW PKB di Sumsel.
Taslim mengisahkan peristiwa ini dengan meneteskan air mata, sambil mengutip pernyataan Gus Dur yang sangat populer, “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”.
Kilas balik cerita kenangan Taslim bersama Gus Dur selama 10 tahun di atas, menguatkan pandangannya bahwa Gus Dur adalah “manusia suci” setelah Yesus Kristus yang menuntun hidupnya sejak di PKB sampai NasDem. Bahwa berpolitik dan berpartai itu membawa misi humanisme mesias untuk menyelamatkan manusia dan mewujudkan perdamaian di muka bumi.
Akhirnya, kata Gus Dur, “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian. Sebab, di atas politik itu adalah kemanusiaan”.
Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute.