Search

Dua Haji Tertua Seabad Lebih, Mbah Hardjo dan Abah Salim Ternyata Veteran

Dok MCH 2024 / Miftahul Arief

Majalahaulaid, Mekkah – Dua jamaah hajintahun 2024 yang tertua, berusia satu abad lebih, dan Mbah Hardjo Mislan (109) dan Abah Salim (101) ternyata anggota veteran.

Meski berusia seabad lebih, semnangat keduanya jangna diragukan. Abah Salim misalnya, dengan langkah tegap meski sedikit lambat saat menuruni satu per satu anak tangga bus yak mau dibantu petugas “Teu kudu, bisa sorangan (tidak usah, bisa sendiri),” ujar Abah Salim.

Saya ditanya bisa ke Mekah, si tampak gembira. Wajahnya sumringah, tersenyum setiap ditanya. “Bungah sabungah-bungahna bisa ka Makkah (bahagia tak terkira bisa ke Makkah),” tutur Abah Salim yang merupakan warga Bojong Pandeglang ini.

Ia mengaku telah mendaftar haji lima tahun lalu, tahun 2019. Tak sendiri, ia ditemani istrinya Aminah yang usianya 21 lebih muda darinya. “Uang pensiun veteran Rp 2 juta sebulan, mum pamajikan (kalau istri-red) jual tanah, jual emas,” ujar Abah Salim saat baru tiba di hotelnya di daerah Syisyah, Makkah.

Abah Salim mengaku sempat ikut mengangkat senjata saat penjajahan Jepang, Belanda dan juga saat peristiwa G30S PKI.

Baca Juga:  Fase Pemulangan, 66 Ribu Lebih Jemaah Haji Tiba di Tanah Air

Berusia satu abad lebih dengan kondisi sehat, menurut Abah Salim salah satunya merupakan hasil puasa yang sering ia lakukan selama ini.

“Jadi abah mah, puasa senin kemis sebulan, terus puasa 40 hari terus puasa 100 hari, terus meuncit (potomg) kambing,” ujarnya.

Selain itu sebelum tidur, ia kerap membaca berbagai doa antara lain membaca alfatihah, surat Al Qadr, Annas, Alfalaq, Al Ikhlas. Dia membacanya masing-masing surat tujuh kali.

Abah Salim yakin dengan apa yang telah dilakukannya selama ini, membuat dirinya tetap sehat dan kuat di usia satu abad. Sejak awal, dia sudah memberitahu ketua rombongan kalau dia tak ingin menggunakan kursi roda saat ibadah tawaf dan sa’i di Masjidil Haram. Sementara istrinya, Aminah, mengaku akan menggumakan kursi roda.

“Kuat, teu kudu make kursi roda,” ujarnya yang mengaku selama di Madinah 9 hari lalu, selalu salat di Masjid Nabawi.

Baca Juga:  Sidak Katering, Kemenag Pastikan Proses Memasak Konsumsi Jemaah Haji sesuai Ketentuan

Keinginan kuatnya untuk ibadah haji, karena dorongan dosa yang ia lakukan selama ini. “Hayang (ingin) hapus dosa, katanya haji keur hapus dosa kan? Abah mah tiap sujud ceurik (nangis) inget dosa selama ini,” tuturnya.

Karena itu, doa yang ingin dia panjatkam di depan kabah adalah selamat di kehidupan dunia dan akhirat. “Rabbana atina fiddunya hasanah, rek maca doa eta (‘mau baca doa itu),” ujarnya yang saat ditemui belum menunaikan umrah wajib, karena masih beristirahat setelah perjalanan dari Madinah.

Sementara itu, mendaftar di tahun yang sama, Mbah Hardjo asal Ponorogo, usianya lebih tua dari Abah Salim. Bahkan konon Mbah Hardjo adalah jemaah haji tertua sedunia tahun ini.

109 tahun, seperrinya hanya deretan angka bagi Mbah Hardjo. Toh, semangatnya bikin orang-orang sekitar heran dan malu. Mbah Hardjo tetap melalukan aktivitas sendiri, seperti makan sendiri dan juga mengajji. Ia menjadi panutan bagi jemaah haji lainnya dan kerap dijadikan contoh bagi jemaah haji lainnya yang semangatnya terkadang kendor.

Baca Juga:  Jemaah Haji Wafat Dibadalhajikan dan Dapat Asuransi. Ini Ketentuannya

“Rasane bungah, lego neng pikiran (rasanya bahagia, lega pikiran-red),” ujarnya menggambarkan perasannya saat pertama kali melihat kabah.

Mbah Hardjo umrah ditemani anak, menantu dan besannya.

“Mbahkung itu apa-apa ssndiri. Mandi, ganti baju, makan enggak banyak dibantu, makan apa adanya “ ujar Sirmad, anak Mbah Hardjo.

“Kalau daging aku emoh, tapi nasi tiwul aku mau,” sambung Mbah Hardjo yang mengaku lebih suka makan demgan tahu dan tempe serta sayur.

Kesederahanaan makan Mbah Hardjo, menurut Parnen (72), jemaah haji serombongan Mbah Hardjo, menjadi salahsatu resep panjang umur Mbah Hardjo.

“Saya kan tanya apa resepnya kuat dan sehat di usia Mbah Hardjo ini, katanya enggak makan ikan apapun kecuali ayam jowo, itu juga sedikit,” kata Parnen.

Selain itu, kata Parnen, mbah Hardjo memegang prinsip dia akan makan makanan yang sudah jelas miliknya. “Lebih baik makan singkong, daripada mimpi makan roti,” ujar Parnen mengingat pesam Mbah Hardjo.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA