Majalahaula.id – Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Kemendikbudristek, Hafidz Muksin mengatakan 11 bahasa daerah di Indonesia alami kepunahan. Kepunahan tersebut disebabkan para penuturnya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa-bahasa daerah itu ke anak cucunya.
Hafidz menyampaikan kondisi vitalitas bahasa daerah di Indonesia saat ini. Bahasa daerah yang masih aman dalam artian masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik ada 24 bahasa daerah.
Bahasa daerah dalam kondisi rentan ada 19 bahasa. Bahasa daerah dengan kondisi rentan adalah yang semua anak dan generasi tuanya masih menggunakan bahasa tersebut, tetapi jumlah penuturnya relatif sedikit Sementara bahasa daerah yang mengalami kemunduran ada 3.
Sementara, bahasa daerah yang terancam punah ada 25. Dikatakan terancam punah jika mayoritas penutur berusia 20 tahun ke atas dan generasi tuanya tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri dengan bahasa daerah tersebut.
Kemudian, bahasa daerah yang dalam kondisi kritis ada 5 bahasa. Suatu bahasa daerah disebut kritis jika penuturnya hanya kelompok masyarakat berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit.
“Rata-rata bahasa daerah yang mengalami kepunahan ini terjadi di wilayah bagian timur Indonesia,” ujar Hafidz ketika membuka rakor revitalisasi bahasa daerah Pulau Bangka pada Kamis malam (7/3/2024), dikutip dari Antara.
Hafidz mengatakan 11 bahasa daerah yang mengalami kepunahan ini adalah bahasa: Tandia – Papua Barat
Mawes – Papua,
Kajeli – Kayeli Maluku Piru – Maluku Moksela – Maluku Palumata – Maluku
Ternateno – Maluku Utara Hukumina – Maluku
Hoti – Maluku Serua – Maluku Nila – Maluku
“Situasi di wilayah Timur Indonesia ini, jumlah bahasa daerah banyak, namun penduduknya sedikit, sementara wilayah Barat Indonesia, jumlah bahasa daerahnya sedikit tetapi jumlah