Search

PEMILIH MUDA, JANGAN GOLPUT, MASA DEPAN BANGSA DI TANGAN KALIAN
Oleh: Mochammad Fuad Nadjib Kepala SMA Islam Sidoarjo Pengasuh Madrasah Diniyah al-Maidah Durungbedug

Majalahaula.id – Pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang, Gebyar Gempita Pesta Demokrasi Pemilu 2024 akan secara resmi digelar. Pemilu ini mengambil tema sebagai sarana untuk mengintegrasikan bangsa, dengan Pemilu dianggap sebagai pemersatu seluruh elemen masyarakat. Pemilu merupakan proses pemilihan jabatan pemerintahan yang dilakukan melalui penghitungan suara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Setiap warga negara memiliki hak suara yang sama dalam proses ini. Oleh karena itu, Pemilu dianggap sebagai jantung dari sistem Demokrasi.

Peran penting anak muda dalam dinamika sosial dan politik di negara ini sangat strategis. Mereka tidak hanya merupakan kelompok pemilih terbesar dalam Pemilu 2024, tetapi juga memiliki peran krusial dalam menentukan arah masa depan bangsa. Para calon pemimpin tidak hanya perlu mendekati anak muda, tetapi juga harus mampu memahami pandangan, ide, dan aspirasi generasi tersebut.

Pemilih muda dalam konteks Pemilu seringkali berada dalam dilema antara antusiasme dan apatisme politik. Di satu sisi, mereka bisa sangat bersemangat dan ingin memahami seluk-beluk Pemilu, terutama melalui media sosial. Namun, antusiasme ini tidak selalu tercermin dalam perilaku politik mereka di dunia nyata. Bahkan, banyak pemilih pemula, termasuk siswa/i sekolah dan mahasiswa, yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias Golput (Golongan Putih).

Secara umum, masyarakat memilih golput disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk faktor psikologis (kekecewaan terhadap elit politik), faktor administratif, dan faktor liberalisasi politik. Di antara ketiga faktor tersebut, faktor psikologis seringkali menjadi yang paling dominan di lapangan.

Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa hampir semua elit politik gagal memperjuangkan aspirasi rakyat. Mereka cenderung terlibat dalam proyek-proyek yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, terutama untuk mendanai kampanye mereka. Situasi ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa banyak elit politik terjerat dalam kasus-kasus korupsi, politik dinasti dan oligarki yang mana kekuasaan di tangan segelintir orang. Hal ini membuat banyak pendukung golput muncul, bahkan mereka tidak ragu untuk mengajak masyarakat untuk memboikot pemilu karena melihat pemilu sebagai alat yang dimanfaatkan oleh “tangan-tangan kotor” untuk merampok rakyat. Para pendukung golput meyakini bahwa dengan tidak ikut dalam pemilu, mereka turut serta dalam upaya menciptakan perubahan positif di Indonesia.

Baca Juga:  Ahl-Kitab dalam Islam (3): Status di Hari Kemudian

Pada era demokrasi, setiap individu memiliki hak untuk menyatakan pendapatnya, memilih dalam pemilihan tanpa adanya tekanan eksternal, serta memiliki kebebasan untuk tidak memilih atau golput. Namun, apakah golput merupakan solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh negara kita? Apakah penyelesaian atas permasalahan demokrasi seharusnya dilakukan melalui golput?

Untuk menangani masalah politik dan demokrasi di negara kita, penting untuk diingat bahwa pemilu memerlukan dana yang berasal dari APBD/APBN untuk berbagai keperluan seperti kotak suara, kartu pemilih, pembayaran petugas KPPS, dan Badan Pengawas Pemilu. Oleh karena itu, pengeluaran yang signifikan ini sebaiknya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh setiap warga negara dengan cara aktif berpartisipasi dalam pemilihan. Tidak hanya itu, dengan tidak golput, hal tersebut juga menunjukkan penghargaan terhadap perjuangan demokrasi di Indonesia. Sebelumnya, masyarakat telah melakukan protes terhadap pemilihan presiden yang hanya dilakukan oleh DPR sebagai wakil rakyat dengan alasan kurang demokratis, dan menuntut hak suara mereka sebagai warga negara dapat disalurkan.

Golput tidak akan menghasilkan perubahan positif dalam politik Indonesia, karena sebanyak apapun jumlah orang yang golput, tidak akan memengaruhi jalannya pemerintahan. Masyarakat perlu menyadari bahwa golput juga dapat menjadi ancaman, karena sekuat apapun golput, pemerintahan akan tetap berjalan bahkan jika hanya ada satu orang di Indonesia yang memberikan suaranya.

Baca Juga:  Maqashid Al-Syariah dan Kebebasan Berkeyakinan

Nasib bangsa dan negara ini sangat tergantung kepada anggota legislatif dan Presiden, dan Presiden terpilih sangat tergantung kepada rakyat sebagai individu yang akan menentukan siapa yang akan memimpin kedepan. Jika masyarakat ingin memiliki pemimpin terbaik, maka penting bagi mereka untuk menggunakan hak pilih mereka sehingga kedaulatan yang dimiliki tidak disia-siakan. Golput hanyalah opsi bagi masyarakat yang apatis atau ragu akan perubahan, dan bukanlah pilihan yang membangun bagi kemajuan bangsa.

Para pemilih harus selalu waspada terhadap ancaman berita palsu atau hoax. Jangan mudah terpancing dan menyebarkan informasi palsu tersebut. Penting untuk memeriksa sumber informasi dengan cermat sebelum mempercayainya. Informasi yang dapat dipercaya adalah yang berasal dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tahun 2024 akan menjadi saat yang krusial bagi Indonesia, karena akan menjadi momentum perubahan yang signifikan. Dalam tahun politik ini, masyarakat Indonesia akan memilih para pemimpin negara yang akan membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik. Ini adalah Pemilu Serentak yang kedua setelah 2019, di mana pemilih akan secara langsung memilih anggota legislatif serta Presiden/Wakil Presiden pada saat yang bersamaan. Pada Pemilu kali ini Indonesia akan memilih Presiden/Wakil Presiden yang baru karena Presiden incumbent Bapak Joko Widodo tidak bisa mencalonkan diri Kembali karena sudah dua periode, dan setelah Pemilu nantinya juga akan disusul PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) serentak, baik Gubernur/Wakil Gubernur juga Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota.

Baca Juga:  LILLAHI TA’ALA

Perbedaan lain yang mencolok dari pemilihan sebelumnya adalah jumlah pemilih muda yang sangat besar. Mereka sangat diharapkan untuk menggunakan hak pilih mereka dalam acara demokrasi terbesar di Indonesia ini, karena suara mereka memiliki dampak besar terhadap arah masa depan bangsa ini.

Generasi muda yang telah mencapai usia 17 tahun ke atas memiliki hak dan kewajiban untuk terdaftar sebagai pemilih, sesuai dengan statusnya sebagai warga negara Indonesia. Peran penting generasi muda dalam mendukung kesuksesan Pemilu semakin terlihat, di mana untuk pertama kalinya, mereka mendominasi Daftar Pemilih. Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 2 Juli 2024 dan diumumkan langsung oleh ketua KPU, jumlah total pemilih mencapai 204.807.222 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 55% berasal dari Generasi Milenial dan Gen Z.

Dengan banyaknya pemilih dari kalangan generasi muda, kontestan Pemilu, termasuk calon presiden dan wakil presiden, berlomba-lomba untuk mendapatkan dukungan dari segmen ini. Mereka bahkan memberikan janji-janji untuk mewakili dan memperjuangkan gagasan serta kepentingan generasi muda. Keterlibatan aktif generasi muda dalam proses pemilu dianggap sebagai gambaran masa depan yang menjanjikan, yang memiliki potensi untuk membawa perubahan positif bagi Indonesia. Generasi muda terlibat dalam memperjuangkan isu-isu krusial yang memengaruhi pandangan dan kebijakan dari kandidat partai politik.

Keterlibatan pemilih muda tidak hanya sebatas memberikan suara dalam Pemilu Serentak 2024 yang dijadwalkan pada 14 Februari 2024, tetapi juga melibatkan diri dalam pengawasan pelaksanaan Pemilu. Pemilih muda memiliki peran penting sebagai pengawas aktif yang memastikan bahwa suara mereka tidak dimanipulasi.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA