Majalahaula.id – Debat kelima calon presiden (Capres) dijadwalkan berlangsung pada 4 Februari 2024. Salah satu topik utama yang dibahas adalah kesejahteraan sosial. Hal yang hendsaknya mendapatkan sorotan adalah pentingnya reformasi sistem pendidikan, di antara pemerataan mutu pendidikan guna mencapai kesejahteraan sosial yang lebih merata.
Pandangan tersebut disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy. Bahwa distribusi anggaran pendidikan sebagai perhatian utama karena meskipun sudah dialokasikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun pelaksanaannya belum optimal dan kurang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia. “Bagaimana anggaran untuk para guru, pengelola dan lainnya? Apakah diambil dari 20 persen itu? Seharusnya, fisik itu punya anggaran tersendiri tidak diambil dari 20 persen APBD dan APBN,” katanya, Senin (29/01/2024).
Menanggapi hal ini, Suaedy mengusulkan agar alokasi 20 persen tersebut secara khusus diperuntukkan peningkatan sumber daya manusia. Yakni dengan melibatkan aspek laboratorium, pengembangan sistem pendidikan, dan peningkatan kemampuan guru. Suaedy juga menyoroti kekhawatirannya terhadap kurangnya efektivitas sistem zonasi, di mana fasilitas pendidikan seringkali tidak merata, khususnya di daerah terpencil. Ia mencatat bahwa dalam sejarah, pendidikan sering terpusat di tempat tertentu, menyulitkan akses masyarakat yang berada di daerah yang jauh.
“Di masa lalu, pendidikan terkonsentrasi misal sekolah SMA 1 2 3 di satu tempat sehingga orang yang jauh itu susah mencapai. Jadi, harus merata setiap wilayah tertentu. Harus ada bangunan SMA atau SMP di tiap wilayah,” kata Suaedy menyarankan.
Dekan Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) itu juga menyoroti permasalahan mutu pendidikan yang cenderung terpusat di wilayah tertentu. Ia mencatat, orang tua yang mampu cenderung ingin menguasai sekolah berkualitas menyebabkan ketidaksetaraan dalam mutu pendidikan. “Kenapa orang tua tidak suka zonasi? Karena terutama orang tua yang kaya ingin menguasai sekolah yang bermutu. Ini kan karena mutu pendidikan di sekolah tidak merata hanya terpusat di wilayah tertentu,” tandasnya. (Ful)