Majalahaula.id – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut presiden dan menteri boleh berpihak di dalam pemilihan presiden dan boleh berkampanye. Ucapan ini dinilai berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu.
“Pernyatan Presiden sangat dangkal, dan berpotensi akan menjadi pembenar bagi Presiden sendiri, Menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024,” kata Direktur Perludem Khoirunnisa Agustyati kepada wartawan, Rabu (23/01/2024).
Ia mengatakan, pernyataan Jokowi berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan. Bahkan bisa menimbulkan persepsi pemilu berjalan tidak fair dan demokratis. Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024. Sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah calon wakil presiden nomor urut 2, mendampingi Prabowo Subianto. “Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis,” ujarnya.
Khoirunnisa meyakini Jokowi hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 yang berbunyi: “Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan: a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Padahal, di dalam UU No. 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 282 UU No. 7 Tahun 2017 terdapat larangan kepada ‘pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
“Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye,” tegasnya. (Ful)