Search

Perbedaan Pilihan Politik Bukan untuk Pecah Persatuan

Majalahaula.id – Saat ini bangsa Indonesia tengah berada dalam suasana kampanye dalam rangka pemilihan umum atau Pemilu 2024. Suhu politik mulai memanas utamanya menjelang Pemilu Presiden pada Februari 2024 mendatang. Terkait hal ini Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengingatkan, perbedaan politik di kalangan masyarakat, bukan untuk memecah belah rasa persatuan anak bangsa.

“Kita memilih yang terbaik sesuai dengan hati nurani. Pilih dengan cerdas, tetapi apa pun itu pilihan kita, dan jika berbeda dengan orang lain, maka tidak harus membuat kita terpecah belah,” kata Ketua Umum PGI Pendeta Gomar Gultom saat dihubungi di Padang, dikutip dari Antara, Senin (25/12/2023).

Baca Juga:  Pemerintah Resmi Cabut Status Pandemi Covid-19

Seharusnya, ujar Pendeta Gultom, perbedaan pilihan politik pada Pemilu 2024 harus semakin menguatkan umat untuk bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Perbedaan pilihan politik boleh terjadi, tetapi damai sejahtera harus tetap mengikat persaudaraan kita,” ajak dia.

Menurutnya, untuk menciptakan pemilu damai maka peran pemuka agama dan tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang sangat dibutuhkan. Jika hal itu diimplementasikan dengan baik, maka tensi politik akan lebih kondusif.

Pada kesempatan itu, Pendeta Gultom mengingatkan agar gereja-gereja di Tanah Air tidak dijadikan sebagai panggung politik praktis. Hal tersebut tentu saja sebagai upaya agar tidak menjadikan tempat ibadah sebagai sarana meraih kepentingan sesaat dan menafikan kepentingan yang lebih luas. Kendati demikian, dirinya tidak menampik kalau beberapa pendeta cenderung menunjukkan sikap politik secara terang-terangan meskipun di luar gereja.

Baca Juga:  Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama, Ikhtiar Mengawali Perubahan

Sebagai tokoh agama (pendeta) harus mampu menahan diri. Meskipun setiap individu memiliki preferensi politik, namun PGI menyarankan hal itu tidak diumbar ke publik. Sebab, apabila pilihan politik tersebut disuarakan ke publik, maka bisa saja memengaruhi umat untuk menentukan sikap politik pada 14 Februari 2024 atau ketika hari pemilihan. “Sejauh ini tidak ada gereja yang terlibat dalam politik praktis, dan itu yang kita harapkan,” harap dia.

Menciptakan suasana negeri yang kondusif utamanya saat menghadapi pemilu memang menjadi tanggung jawab bersama utamanya tokoh agama. Karena mereka demikian menjadi panutan, karenanya harus bisa menahan diri. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA