Search

IMF Sudah Minta Maaf ke Pemerintah Indonesia

Majalahaula.id – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan Dana Moneter Internasional (Interational Monetary Fund/IMF) sudah menyampaikan maaf kepada pemerintah Indonesia, setelah mengkritik kebijakan hilirisasi.

“Saya contohkan dengan IMF, tapi sekarang sudah minta maaf dia. Ada kekeliruan interpretasi di media,” ungkapnya dalam konferensi pers, Jumat (20/10/2023).

Beberapa waktu lalu Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) tiba-tiba mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.

Bahlil merasa pesan yang disampaikan IMF dalam kajiannya sangat jelas. IMF meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat karena merugikan Indonesia.

Baca Juga:  Wagub Jatim Pastikan Sentra Vaksinasi Covid-19 di Tiga Stasiun Segera Diterapkan

“Kan kacau itu dan jangan diperluas, maksudnya apa orang kayak gitu intervensi negara kita, itu pasti ada sesuatukan,” ujarnya.

Bahlil merasa pemilihan presiden (Pilpres) akan menjadi rawan, sebab pihak yang tidak suka kebijakan pemerintahan sekarang akan menyusup kepada partai politik maupun calon presiden.

“Itu dia akan masuk ke calon penguasa dan parpol. Dua itu ada instrumennya. Kita gak mau yang memimpin negara kita seperti itu, kalau bicara nasionalisme hakiki,” terang Bahlil.

Bahlil menambahkan, pihak yang tidak suka hilirisasi, pertama adalah yang membiarkan Indonesia diserbu barang impor. Ini akan menyebabkan Indonesia jauh dari kemandirian, baik energi, pangan dan hal fundamental lainnya.

Baca Juga:  Pemerintah dan DPR Sepakat Alokasi Subsidi Energi Rp189,1 Triliun

Kedua adalah pihak yang suka ekspor bahan mentah dan ketiga pihak asing yang ingin mendapatkan bahan baku dari Indonesia dengan murah tanpa harus investasi dan membangun industri di dalam negeri.

Melihat dari laporan Indeks Kondisi Keuangan di atas dengan jumlah deviasi standar pada rata-rata jangka panjang, sepanjang tahun ini, harga saham di Eropa dan Amerika Serikat masing-masing telah naik sekitar 10% dan 12%, dan selisih kredit korporasi masih mendekati level terendah sejak awal siklus kenaikan suku bunga.

Meskipun tekanan akut pada sistem perbankan global telah mereda, masih terdapat kelompok bank yang lemah di beberapa negara. Selain itu, keretakan di sektor-sektor lain juga mungkin terlihat dan berubah menjadi garis patahan yang mengkhawatirkan.

Baca Juga:  Pemerintah Siap Perbaiki Tanggul Tanggul Jebol Lahar Dingin Semeru

Jika terjadi pengetatan kondisi keuangan secara tiba-tiba yakni feedback loop yang merugikan, dapat memicu dan menguji ketahanan sistem keuangan global. Yang paling penting adalah siklus kredit global mulai berubah seiring berkurangnya kapasitas pembayaran utang peminjam dan melambatnya pertumbuhan kredit.

Pengukuran pertumbuhan berisiko yang dilakukan IMF merangkum penilaian ini, yang menunjukkan bahwa risiko terhadap pertumbuhan global cenderung mengarah ke sisi negatifnya, serupa dengan penilaian pada bulan April 2023.

“Saya punya keyakinan ada pihak lain barang ini tidak dilanjutkan, kalau nggak dilanjutkan sama saja kita kembali ke zaman penjajahan karena hanya kembali ke bahan baku ini diekspor,” pungkasnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA