Majalahaula.id – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan perdagangan online di sosial media atau social commerce sangat bahaya bagi keberlangsungan UMKM dalam negeri. Aktivitas social commerce ini juga telah dikeluhkan oleh pelaku usaha dalam negeri.
“Kalau impor kita tata, kalau nggak ditata, kenapa? Kalau nggak ditata menghancurkan UMKM. Sekarang kita lagi tata, dampak mengenai social commer, pelaku usaha, beauty, teriak!” ujar pria yang akrab disapa Zulhas itu saat membuka kegiatan Diseminasi Perizinan Berusaha di Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga oleh Kementerian Perdagangan, di Jakarta Pusat, Senin (11/9/2023).
Menurut Zulhas social commerce memiliki teknologi yang bisa mengidentifikasi barang apa yang sering sekali dicari oleh pelanggan atau netizen. Hal ini dikhawatirkan akan menghancurkan aktivitas dagang pelaku usaha dalam negeri.
“Karena social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan. Ibu ini pakai bedak apa, ibu ini suka baju apa, dengan big datanya. Kalau nggak ditata habis kita,” tuturnya.
Zulhas khawatir iklan produk dalam negeri milik UMKM kalah dengan produk yang dipasarkan dari luar negeri.
“Nanti produk dalam negeri begitu masuk iklan commerce itu bisa sedikit, bisa direm. Produk dia masuk, langsung ke ibu-ibu kedeteksi, jadi kita bisa mati. Itu kita tata,” pungkasnya.
Sebagai informasi, saat ini Kementerian Perdagangan tengah revisi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Proses saat ini masih dalam harmonisasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.
Zulhas pernah mengungkapkan ada sejumlah usulan yang disampaikan untuk revisi aturan itu. Pertama larangan barang impor di bawah harga US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta (kurs Rp 15.000/US$) dijual lewat platform online seperti TikTok, Shopee, hingga Tokopedia.
Selain itu, nantinya akan ada positive list atau list produk-produk murah produksi luar negeri yang masih diizinkan untuk diimpor langsung lewat platform online. Syarat utama dari positive list ini ialah produk tersebut belum diproduksi di Indonesia.
Sementara yang tidak boleh akan diberlakukan persyaratan yang ketat, pertama harus ada izin usaha perdagangan (IUP), kemudian barang impor tersebut harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kemudian, nantinya aturan penjualan untuk e-commerce dan social commerce akan dibedakan. Jadi untuk social commerce yang merupakan media sosial tetapi juga menyediakan transaksi jual beli, maka harus memiliki izin usaha perdagangan.
“Kalau social aja kan social saja (media sosial), kalau dia commerce berarti jualan. Nanti untuk jualan harus ada izin lagi berdagang, dua izinnya,” katanya dikutip dati detik.com