Majalahaula.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merespons kasus kawin tangkap yang tengah ramai menjadi pembicaraan. Bahwa kasus kawin tangkap yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) dapat mencederai hak perempuan buat hidup tanpa kekerasan dan tentu saja sangat disayangkan.
“Kasus seperti ini tentu mencederai hak perempuan untuk hidup aman tanpa kekerasan,” kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Ratna Susianawati melalui keterangan tertulis seperti dikutip pada Ahad (10/09/2023).
Praktik adat kawin tangkap, kata Ratna, merupakan bentuk penculikan dan kekerasan terhadap perempuan. Dia menilai perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal dan bukan bagian dari adat. “Selain itu, ada peranan relasi kuasa dalam kasus-kasus kawin tangkap yang tidak selayaknya dilanggengkan,” ujar Ratna.
Ratna juga menyoroti soal penandatanganan Nota Kesepahaman Peningkatan Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Sedaratan Sumba, oleh Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Daerah Sedaratan Sumba pada 2020 lalu. Dia berharap aparat keamanan bertindak tegas terhadap aksi kawin tangkap di tengah masyarakat. “Jangan sampai alasan tradisi budaya dipakai hanya sebagai kedok untuk melecehkan perempuan dan anak,” ucap Ratna.
Ratna mengatakan, selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kasus ini dapat dijerat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yaitu Pasal 4 ayat (1) huruf e jo Pasal 10.
Sebelumnya dilaporkan, penyidik Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus kawin tangkap terhadap seorang perempuan berinisial DM (20). Peristiwa itu terjadi pada Kamis (07/09/2023) lalu.
Empat tersangka tersebut yakni JBT (45), HT (25), VS (25), dan MN (50). Para tersangka ini dijerat Pasal 328 KUHP sub Pasal 333 KUHP Junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 10 Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Mereka terancam hukuman sembilan tahun penjara, dan hal ini tentu saja memberikan pelajaran kepada kalangan lain untuk tidak melakukan kejahatan serupa. (Ful)