Search

Siti Zuhro Perlu Revisi Presidential Threshold

Majalahaula.id – Peneliti utama politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini menilai bahwa 8 partai politik (parpol) yang duduk di DPR RI perlu segera merevisi ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang termuat di dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan aturan yang kerap disalahartikan sebagai “presidential threshold” ini, maka calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diusung oleh parpol atau gabungan parpol dengan raihan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.

Disampaikannya bahwa di Senayan, hanya PDI-P satu-satunya parpol yang telah memenuhi ambang batas itu. Siti kemudian menyinggung bahwa 8 parpol selain PDI-P sudah merasakan dampak buruk kebijakan yang memang tidak diperlukan ini. “Golkar merasakan, Gerindra merasakan, PKB merasakan, semua partai menengah merasakan, tidak bisa mandiri dia. Ini yang mungkin ke depan kita mintakan partai politik itu melakukan revisi (ketentuan ambang batas pencalonan presiden), karena kan mereka sendiri sudah merasakan,” katanya dalam focus group discussion Partai Buruh di Gedung Joang ’45, Jakarta, Senin (31/07/2023).

Baca Juga:  Imel Putri Cahyati Sembuh dari Kanker Liposarkoma

Siti menyebutkan, baru kali ini parpol-parpol terlihat tak mandiri dan tak percaya diri karena harus bergantung pada kekuatan politik lain. Padahal, banyak parpol sudah memiliki jagoannya masing-masing yang berasal dari kader partai sendiri untuk berlaga di Pilpres 2024. Ambil contoh, Gerindra sepakat mengusung ketua umum mereka, Prabowo Subianto. PKB satu suara calonkan Muhaimin Iskandar. Sedangkan Golkar ngotot mengajukan Airlangga Hartarto. Namun, keinginan itu tak bisa berjala mulus. Para ketua umum parpol masing-masing harus mengalah dengan peta politik demi mencari kemenangan partainya di Pilpres 2024, walau wajahnya tak masuk surat suara.

Hanya PDI-P yang percaya diri mengusung kadernya, Ganjar Pranowo, karena tiket pencalonan presiden sudah di tangan lantaran menguasai 128 kursi (22,26 persen) DPR RI. Desakan untuk merevisi melalui jalur parlementer ini, dinilainya, menjadi masuk akal karena berbagai elemen masyarakat sipil dan parpol sudah berupaya melakukan revisi melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi dan menemuhi jalan buntu. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA