Majalahaula.id – Penahanan terhadap 19 massa aksi tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Donggo-Soromandi menjadi sorotan sejumlah organisasi kepemudaan. Sebelumnya kecaman disampaikan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram. Kali ini giliran Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bali Nusra yang menyampaikan kecaman serupa.
Ketua Umum PKC PMII Bali Nusra, Herman mengecam penahanan terhadap massa aksi yang ditahan Polres Bima pada 30 Mei 2023 lalu. “Aktivis hanya menyuarakan aspirasi masyarakat. Seharusnya Polres Bima hanya mengamankan apabila ada aksi pemboikotan jalan. Bukan malah menjebloskan aktivis mahasiswa kedalam penjara,” tegasnya, Selasa (11/07/2023).
Dia mempertanyakan penahanan dan penetapan tersangka terhadap mahasiswa tersebut. Pasalnya 19 orang massa aksi itu hanya menuntut perbaikan infrastruktur jalan di Kecamatan Donggo dan Soromandi, Bima. “Langkah itu sangatlah keliru. Selain akan memicu instabilitas berkelanjutan di NTB juga telah melenceng dari perintah Undang-undang. Dan mencederai semangat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia,” ucapnya.
Herman menilai, penahanan dan penetapan tersangka terhadap belasan aktivis di Bima bukanlah solusi. Langkah Polres Bima dan Polda NTB tersebut bahkan dianggap keliru. “Itu langkah yang salah dan keliru. Mereka (para tahanan, red) adalah aset pelanjut estafet kepemimpinan bangsa di masa depan,” tuturnya.
Dia juga meminta Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar segera mengevaluasi kinerja Kapolda NTB dan Kapolres Bima. Karena belasan aktivis massa FPR harus dibebaskan dan mendapatkan perlindungan hukum yang berkeadilan. “Kami minta bapak Kapolri untuk segera evaluasi dan mencopot Kapolda NTB dan Kapolres Bima. Jika tidak, kami akan melakukan aksi besar-besaran dengan menginstruksikan seluruh kader PMII se-NTB,” tegasnya. (Ful)