Majalahaula.id – Jamaah haji sudah selesai melaksanakan ibadah haji dan kini berangsur-angsur pulang ke negara masing-masing, tak terkecuali jamaah haji Indonesia. Jamaah haji Indonesia gelombang pertama mulai dipulangkan ke Tanah Air sejak Selasa 4 Juli 2023.
Sebagian besar jamaah haji kini masih berada di Makkah menunggu waktu kepulangan, dan sebagian lagi menunggu untuk diberangkatkan ke Kota Madinah guna melaksanakan ibadah Arbain. Di sela-sela masa tunggu ini, jamaah haji memanfaatkan waktunya untuk berburu oleh-oleh, baik di toko-toko yang ada di sekitar hotel maupun di pasar Kota Makkah.
Salah satu pasar yang paling banyak didatangi jamaah haji untuk mencari oleh-oleh adalah Pasar Kakiyah atau Al Kakia.
Pasar ini terletak di depan Jalan Ibrahim Al Khalil, wilayah Al Shoqiyah, Kota Makkah, sekitar 8 kilometer dari Masjidil Haram. Nama lengkapnya Sûq al-Ka’kiyah lil Jumlah, merupakan pasar grosir terbesar di Makkah.
Sebelum pindah ke Pasar Kakiyah, jamaah haji biasanya berburu dipasar Jafariyah yang Lokasinya hanya sekitar 1 kilometer sebelah timur Masjidil Haram. Kini pasar tersebut telah ditutup.
Menurut salah seorang keterangan warga Mukimin di Makkah, penutupan pasar memang menjadi kebijakan pemerintah tapi alasannya juga tidak jelas.
“Bisa jadi karena ada kecemburuan antara pedagang yang ada di dalam pasar dengan yang diluar. Pedagang yang ada di luar mungkin merasa sudah sewa mahal tapi pembelinya tak seramai dengan yang di dalam pasar,” katanya.
Saat berada didalam pasar, susana tumpah ruah dipadati jamaah haji dari berbagai negara yang membeli oleh-oleh. Tampak jamaah haji asal Turki, China, Afrika, dan tentunya Indonesia. Hampir di semua toko terdapat pembeli yang merupakan jamaah haji Indonesia.
“Saya mau beli pashmina sama surban,” kata seorang jamaah haji perempuan sambil menawar pashmina yang dipegangnya.
Berbagai barang di jual di pasar “Tanah Abang” Makkah ini. Mulai dari Abaya dan berbagai jenis pakaian perempuan, pakaian laki-laki, surban, jilbab, mainan, tas, jam, parfum, peci, kurma, aneka hiasan dinding dengan kaligrafi Arab, sajadah, karpet, tasbih, aneka suvenir, dan lain sebagainya.
Lengkapnya barang yang dijual di pasar ini, tak heran membuatnya menjadi salah satu tempat yang paling banyak didatangi jamaah haji.
Meski pasar grosir, namun barang-barang yang dijual di pasar Kakiah bisa dibeli satuan. Pembeli pun bebas menawar dan menggunakan bahasa masing-masing, yang penting ujungnya cocok, berapa riyal.
Di pasar ini, hampir semua pelayan dan pedagangnya bisa berbahasa Indonesia. Malah ada dua pemuda penjaga toko, bisa sedikit berbahasa Jawa. Saat ditanya asalnya, pemuda itu mengaku dari Myanmar.
“Saya banyak teman dari Indo,” katanya saat ditanya bagaimana dia bisa berbahasa Indonesia dan Jawa.
Soal mata uang untuk berbelanja, jangan khawatir, toko-toko di pasar ini juga menerima uang “Jokowi” (Rupiah).
“Jokowi? Oke,” kata seorang abah-abah pedagang Arab sambil mengacungkan jempolnya tanda setuju menerima uang Rupiah.
Salah satu barang yang diburu pembeli Indonesia di Pasar Kakiah adalah jilbab Turki “Miss Colour”. Harganya memang relatif bersaing, mulai dari 10 riyal hingga 20 riyal per biji. Harga pashmina 10 riyal, bila beli perbungkus jadi 95 riyal isi 10 biji.
Untuk sajadah, ada banyak pilihan dari Turki, India, Syria, dan tentu barang-barang dari China. Pembeli yang tidak mau membeli barang-barang produk China harus jeli mengecek barang tersebut buatan mana. Sebab, banyak produk-produk seperti tasbih, sajadah, surban, jilbab buatan China.
Untuk mainan boneka unta, harga bervariasi tergantung besarnya, mulai dari 10 riyal.
“Buat oleh-oleh anak, kebetulan anakku 2 cewek semua. Di Pasar Kakiah harganya lebih miring, banyak pulihan,” ujar Arvian, seorang pembeli dari Indonesia.
“Lebih murah, harganya grosiran, beli 3 dapat harga grosir,” ujar Haji Ahmad yang membeli 3 sajadah Nabawi seharga total 110 riyal. Di tempat lain, katanya, 1 sajadah Nabawi harganya 45 riyal.