Search

Lembaga Pendidikan Harus Selamatkan Peserta Didik dari Perundungan

Majalahaula.id – Ada kejadian cukup memprihatinkan di SMP Negeri 2 Pringsutat, Temanggung, Jawa Tengah. Karena peserta didiknya berinisial RS diamankan polisi lantaran membakar sekolahnya. Kasus siswa bakar sekolah ini terjadi dipicu sakit hati karena kerap di-bully atau dirundung oleh teman dan gurunya. Aksi tersebut terjadi pada Selasa dini hari, 27 Juni 2023 lalu.

Terkait hal ini, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyesalkan satuan pendidikan yang tidak peka terhadap kasus perundungan yang dialami siswanya. Mestinya hal ini bisa dideteksi lebih awal agar dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pemulihan trauma akibat perundungan atau bullying. “Ini menjadi pengingat bahwa anak-anak harus lebih diperhatikan lagi apalagi tantangan pengaruh media dan lingkungan kadang tidak semua berimplikasi positif, maka pengawasan harus maksimal baik dari satuan pendidikan, lingkungan maupun dari orang tua,” tutur Aris kepada NU Online, Selasa (04/07/2023).

Baca Juga:  Laporkan Pentingnya R20, Ketum PBNU Bertemu Presiden

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu menganggap satuan pendidikan punya peran maksimal mengawasi anak-anak agar tidak menjadi korban maupun pelaku bullying. Sebab itu, pemerintah baik pusat maupun daerah melalui kementerian dan lembaga terkait yang menangani isu pendidikan diminta gencar melakukan sosialisasi sekolah ramah anak kepada siswa, guru maupun orang tua. “Guru-guru, siswa, dan orang tua diberikan pengetahuan bentuk bullying dan bahaya bullying untuk masa depan dan juga akibat fatal dari bullying misal terjadi anarkis dan sampai meninggal. Ini perlu secara masif dipahamkan kepada seluruh warga pendidikan, siswa, orang tua, guru agar waspada,” jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubai Matraji menilai, perundungan sulit diatasi karena pemerintah belum menganggap sebagai problem serius dan dijadikan prioritas. Sehingga tiap terjadi perundungan selalu dianggap kasus kecil lalu dilokalisir dan tidak perlu penanganan khusus. “Sistem pencegahan di level sekolah juga belum ada. Sekolah dan guru-guru kita juga belum punya perspektif ramah perlindungan anak. Karenanya, pendekatan kekerasan di sekolah juga masih dijadikan alat sekolah untuk mendisiplinkan peserta didik,” tuturnya. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA