Majalahaula.id – Sudah jamak, bahwa tidak seorang pun meragukan kemuliaan dan keutamaan para sahabat Rasulullah. Mereka telah mengorbankan jiwa dan harta demi meninggikan kalimat la Ilaha Illa Allah Muhammad Rasulullah sehingga panji tauhid berkibar gagah di puncak yang paling tinggi. Mereka tidak melalaikan perintah dan panduan yang ditegaskan dalam al-Qur’an.
Mereka tidak pernah melupakan perintah Allah Swt., dan tidak pernah menyimpang dari Sunnah Rasulullah Saw. Mereka pun dari kemunafikan, kebimbangan, prasangka buruk, dan perselisihan satu sama lain. Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an surah At-Taubah:
وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍ ۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۤ اَبَدًا ۗ ذٰلِكَ الْـفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Artinya: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah [9]: 100).
Keimanan seorang mukmin tidak sempurna hingga ia bisa berbuat baik kepada keluarganya, bersikap santun kepada teman, dan mencintai mereka. Seperti itulah salah satu kepribadian sahabat. Al-Qur’an pun sudah menjelaskannya pada surah Al-Fath [48]: 29).
Itu artinya, jika Allah Swt. sendiri mengakui dan menegaskan kemuliaan para sahabat, serta memuji perjuangan mereka, bagaimana bisa ada orang yang melecehkan mereka, mengingkari kemuliaan mereka, tidak mengakui mereka, dan tidak menghormati mereka dengan penghormatan yang layak?. Sungguh mereka adalah obor penerang. Mereka telah menempuh perjalanan yang panjang untuk menegakkan tauhid dan memberantas kemungkaran.
Rasulullah Saw. bersabda tentang mereka, “Masa terbaik adalah masaku.” Jelasnya, masa terbaik dalam perjalanan hidup manusia adalah masa ketika Nabi saw. hidup bersama para sahabat. Dengan kata lain, generasi sahabat adalah generasi manusia yang terbaik. Adakah kebanggaan lain selain kebanggaan tersebut.
Masa itu adalah masa kehidupan orang yang membenarkan risalah Nabi Saw., mengimani dakwahnya, mengorbankan jiwa dan harta untuk menolongnya, membelanya saat orang Makkah mengusirnya, serta melindunginya ketika keluarga dan kerabat menyakiti dan merendahkannya. Mereka jugalah yang menjadi perisai hidup untuk Nabi Saw. dalam Perang Uhud. Mereka merelakan tubuh sendiri menjadi target serangan anak panah dan pedang. Tubuh mereka ada di antara Nabi Saw. dan musuh-musuh yang mengepungnya.
Menanamkan Sifat Kemuliaan
Sahabat Nabi adalah orang-orang yang selalu berusaha menanamkan kemuliaan ke dalam jiwa manusia, memperingatkan mereka agar menghindari kehinaan, menebar akhlak yang mulia kapan pun dan di mana pun, baik di tempat ibadah, di rumah, maupun di pasar. Mereka berjuang menyampaikan ajaran yang telah disampaikan oleh Allah kepada utusan-Nya yang mulia. Setiap saat mereka menyeru manusia kepada kebajikan dan mencegah mereka dari kemungkaran.
Tak hanya itu, mereka selalu berpegang teguh kepada tali Allah Swt. yang kokoh. Karena itulah mereka selalu berada dalam liputan karunia dan kemuliaan Allah. Itulah kemuliaan agung yang Allah berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, orang yang mengingkari kemuliaan dan keagungan para sahabat, pasti akan dijauhkan dari kebenaran, terlebih lagi orang yang menghina dan merendahkan mereka.
Syahdan, penulis tidak pernah ragu mengatakan bahwa orang yang mengingkari kemuliaan para sahabat sungguh telah melakukan kesalahan besar. Mereka tenggelam dalam kesesatan. Kesalahan mereka itu sungguh melampaui kewajaran, karena mereka menistakan orang yang telah dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah saw. bersabda: “Jangan menghina sahabatku. Demi zat yang jiwaku berada dalam kuasa-Nya, andai saja salah seorang di antara kalian menafkahkan emas sebesar Uhud, kalian tidak akan bisa menandingi kebaikan satu di antara para sahabatku.”
Abu Bakr As-Shiddiq layak menjadi contoh utama tentang keagungan para sahabat. Dialah yang menemani Rasulullah di dalam gua ketika mereka menempuh perjalanan hijrah menuju Madinah. Saat itu, Rasulullah berkata kepadanya sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an, “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
Jika Allah dan Rasul-Nya bersama Abu Bakr, seorang sahabat yang tiada duanya, bagaimana mungkin ada orang yang menghina dan merendahkannya?. Contoh lain adalah Umar ibn al-Khattab yang terkenal dengan keadilannya, atau Utsman ibn Affan yang mendapat julukan Dzunnurain, yang bahkan malaikat pun malu kepadanya. Keutamaan mereka itu disebutkan oleh Rasulullah Saw. sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim.
Kita juga mengetahui kemuliaan Ali ibn Abu Thalib yang dinikahkan oleh Rasulullah saw. kepada putrinya, Fatimah Az-Zahra pemimpin kaum wanita. Semua sahabat Nabi memiliki keutamaan masing-masing. Mereka laksana taman yang ditanami bunga warna-warni yang semerbak mewangi. Saat melihat taman itu, Anda akan mencium wanginya yang semerbak.
Siapa pun yang tidak mengakui kemuliaan para sahabat, berarti pikirannya diselimuti kegelapan. Orang seperti itu tidak miliki kesadaran dan kepekaan. Rasulullah sendiri memerintahkan kita untuk mendukung dan mengikuti jejak langkah mereka. Umar ibn al-Khattab meriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Muliakanlah sahabatku.” Dalam riwayat lain, Cara menghormatiku adalah dengan menghormati sahabatku.”
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda tentang kemuliaan kaum Anshar, “Tidak mencintai mereka kecuali orang yang beriman, dan tidak membenci mereka kecuali munafik.” Dalam Shahih-nya, Imam Muslim menuturkan hadis riwayat Anas ibn Malik. Dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Rasulullah, kapan terjadi kiamat?” Rasul balik bertanya, “Apa persiapanmu menghadapi kiamat? “Mencintai Allah dan Rasul-Nya?” “Kau bersama orang yang kaucintai.”
Sahabat Anas mengatakan bahwa ucapan Rasulullah Saw. “Kau bersama orang yang kaucintai” membuatnya sangat bahagia. Anas berkata lagi, “Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya Aku mencintai Abu Bakr dan Umar. Jadi, aku akan bersama mereka meskipun aku tidak melakukan seperti yang mereka lakukan.”
Kita semua seperti Sahabat Anas yang mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya, juga para sahabatnya, dan semua orang mukmin pun mencintai mereka. Sungguh mengherankan, banyak orang yang sangat membenci para sahabat, padahal mereka mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Bahkan, sebagian mereka bertindak melampaui batas dengan mengafirkan sebagian sahabat. Saya tidak kuasa mengomentari atau menghukumi mereka yang berpandangan seperti itu. Saya serahkan semuanya kepada Allah, zat yang mahatinggi dan mahamulia untuk membalas perbuatan mereka. Allah sama sekali tidak berbuat zalim, tetapi diri merekalah yang berbuat zalim.
Sudah jelas, tak diragukan lagi, para sahabat berlimpah kemuliaan. Abu Manshur al-Baghdadi mengungkapkan, Rasulullah Saw. menyebutkan tingkat-tingkat kemuliaan para sahabat. Pertama adalah empat khalifah rasyidin, kemudian enam orang dari sepuluh sahabat yang dijanjikan surga, yaitu Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abu Waqqash, Said ibn Zaid, Abdurrahman ibn Auf, Abu Ubadah Amir ibn al-Jarrah. Setelah mereka adalah para Ahli Badar, lalu pasukan Uhud, kemudian orang yang ikut Baiat Ridwan di Hudaibiyah.
Setiap sahabat memiliki keutamaan tersendiri yang berbeda dari sahabat lain, tak ubahnya setiap utusan Tuhan memiliki kemuliaan masing-masing yang berbeda satu sama lain. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah [2]: 253).
Para sahabat Nabi saw. dikenal sebagai orang yang selalu bersikap adil. Ibn al-Hajib mengatakan, “Keadilan adalah prinsip keagamaan yang akan mengokohkan ketakwaan dan harga diri, sama sekali bukan bidah. Keadilan bisa diwujudkan dengan menjauhi dosa-dosa besar dan meninggalkan kebiasaan mefakukan dosa kecil.”
Ibn Al-Atsir menjelaskan, ungkapan “keagamaan” untuk mengecualikan orang kafir, sementara ungkapan “mengokohkan ketakwaan dan harga diri” untuk mengecualikan orang fasik, dan frasa “sama sekali bukan bidah” untuk mengecualikan pelaku bidah.
Cara terbaik untuk menghadapi orang yang meremehkan salah seorang sahabat adalah tidak berhubungan dengannya dalam segala urusan. Abu Zur’ah berkata, “Jika kau melihat seseorang merendahkan salah satu di antara sahabat Rasulullah Saw., ketahuilah bahwa ia adalah zindiq.” Bagi kita, Rasulullah Saw. memiliki hak dan begitu juga al-Qur’an.
Keduanya, al-Qur’an dan Sunnah, sampai kepada kita karena jasa para sahabat Rasulullah Saw. Mereka melecehkan para pejuang Islam untuk meruntuhkan keagungan al-Qur’an dan sunnah. Sungguh, merekalah yang lebih layak dilecehkan dan dinistakan, karena mereka adalah kaum zindiq. Wallahu a’lam bisshawaab.
*) Salman Akif Faylasuf. Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo.