Search

Pemerintah Pegang Bukti Pencuri 5 Juta Ton Nikel

Majalahaula.id – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan klaim bahwa pelaku dari kegiatan ekspor ilegal bijih nikel ke China sebanyak 5 juta ton selama 2021-2022 nantinya akan dikenakan pasal tindak pidana.

Ekspor nikel yang terhitung mencapai 5 juta ton tersebut bisa dikatakan sebagai ekspor ilegal dikarenakan Pemerintah Indonesia sudah melarang ekspor bijih nikel sejak Januari 2020 lalu. Pelarangan ekspor bijih nikel dilakukan agar Indonesia bisa melakukan hilirisasi atau pemurnian dan pemrosesan nikel di dalam negeri, sehingga nilai tambah untuk negara ini bisa lebih besar lagi.

Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto. Dia mengatakan bahwa pihaknya sudah berhasil mengantongi bukti berupa Bill of Lading (BL) sebanyak 85 BL.

Baca Juga:  Pemerintah Membakar Hampir 80 Miliar Baju Bekas Impor

Bill of Lading atau konosemen sendiri adalah surat tanda terima barang yang telah dimuat di dalam kapal laut sebagai bukti adanya kontrak atau perjanjian pengangkutan barang melalui laut (contract of carriage). Adapun ke-85 BL tersebut dikonfirmasi ulang ke pihak Bea Cukai China.

Nirwala mengatakan, pihaknya sudah mengkonfirmasi kepada pihak Bea Cukai China, General Administration of Customs China (GACC), yang mana saat ini menurutnya terdeteksi sebanyak 85 BL dari ekspor ilegal tersebut.

Nirwala juga mengatakan bahwa pihaknya akan meneliti daftar pelaku tersebut bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kita terus terang kita juga sudah lakukan konfirmasi ke China Custom ada sekitar 85 BL yang kita konfirmasi ke GACC, tentunya di situ kita kembangkan dan kita teliti lebih lanjut bersama teman-teman KPK,” beber Nirwala kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Jumat (30/6/2023).

Baca Juga:  Indonesia Terima Hibah 100 Ton Kurma dari Raja Salman

Dengan begitu, Nirwala menyebutkan bahwa pelaku ekspor ilegal bijih nikel Indonesia itu dikategorikan dalam tindak pidana yang mana sudah tertuang dalam Undang-undang Kepabeanan.

“Dari ketentuan bea cukai sendiri di Undang-undang Kepabeanan No 10 jelas di pasal 102 itu mengenai pemberitahuan ekspor yang tidak diberitahukan, impor maupun ekspor, dan tidak melalui jalur-jalur yang ditentukan itu jelas penyelundupan. Dan pasal 103 pemberitahuan dengan tidak benar,” bebernya.

“Nanti kan penelitian lebih lanjut kan akan ketahuan mau yang 102 maupun 103, itu tindak pidana,” tegasnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, pihaknya juga akan menindaklanjuti jika memang ada pelaku yang terdata sebagai anggota APNI, maka anggota tersebut akan dihapus keanggotaannya di APNI.

Baca Juga:  Pemerintah Lakukan Upaya Masif Infrastruktur Air

“Saat ini kita koordinasi dengan China, sebenarnya siapa sih eksportirnya, kita mau tahu juga. Kalau memang ada salah satu anggota APNI, itu sudah otomatis AD/ART kita, harus dikeluarkan bukan hanya sanksi,” tegas Meidy dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, dia mengatakan bahwa pihaknya akan mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah agar Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pelaku eksportir tersebut agar dicabut untuk tahun yang akan datang.

“Bahkan akan kami rekomendasikan ke pemerintah untuk menahan RKAB-nya untuk tahun yang akan datang. Jadi tidak diberikan kesempatan produksi, dievaluasi, dan diberikan sanksi administrasi, minimal mengembalikan kerugian negara,” pungkasnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA