Majalahaula.id – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengungkap alasan belum pernah memerkarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, berkaitan dengan tidak transparannya penerapan sistem informasi sejumlah tahapan Pemilu 2024 yang menyulitkan pengawasan Bawaslu. Padahal, Bawaslu berwenang menjadikannya temuan dugaan pelanggaran administrasi pemilu.
“Kalau kita tidak sabar, pemilu kita bermasalah,” kata Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, kepada wartawan pada Jumat (23/06/2023).
Adapun yang ia maksud masalah adalah persepsi publik terhadap kapabilitas lembaga penyelenggara pemilu. Bagja menyinggung bahwa kerap terjadi, reputasi lembaga penyelenggara dijatuhkan melalui berita bohong dan fitnah oleh pihak-pihak yang punya kepentingan politik untuk mendelegitimasi pelaksanaan pemilu.
Pertikaian sesama lembaga penyelenggara pemilu dikhawatirkan dapat membuat persepsi publik semakin buruk, walaupun pertikaian ini justru dalam rangka check and balances. “Kalau kita bertengkar terus dengan KPU, masyarakat semakin tidak percaya. Yang kita pertaruhkan kan trust terhadap penyelenggara. Ini yang agak repot,” jelasnya.
Bagja menerangkan, proses koreksi terhadap tindakan KPU yang berpengaruh terhadap kinerja Bawaslu tak mesti langsung melalui jalur hukum. Jalur hukum dianggap menjadi tindakan terakhir apabila upaya-upaya secara informal tak berhasil. “Kita sesama penyelenggara kan, semua bisa dibicarakan terbuka. Jika temuannya ditindaklanjuti, alhamdulillah,” sebutnya.
“Belajar dari Pemilu 2019. Jangan kayak Tom and Jerry, karena nanti masyarakat tidak percaya dengan pemilu, katanya,” ujar Bagja. Sebagai catatan, sudah berulang kali Bawaslu menyampaikan kepada publik melalui media massa bahwa mereka menghadapi masalah berarti dalam mengakses data yang dihimpun KPU. Padahal, dalam Pemilu 2024, KPU menggencarkan penggunaan sistem informasi yang seharusnya bisa menjadi instrumen transparansi data.
Pada tahapan pendaftaran partai politik calon peserta pemilu, Bawaslu mengaku tak bisa mengakses secara penuh Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU sehingga tak bisa leluasa mengawasi proses verifikasi. Dalam proses pemutakhiran daftar pemilih, Bawaslu juga berulang kali protes karena mengaku tak mendapatkan data secara detail dari Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) ketika proses pencocokan dan penelitian (coklit). Bagja mengaku bahwa pengawas hanya diberi data pemilih berbasis RT tanpa nama jalan. (Ful)