Majalahaula.id – Jemaah haji Indonesia yang berusia 65 tahun ke atas pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M sangat banyak. Jumlahnya mencapai 67.000 orang atau sekitar 30% dari 229.000 total kuota jemaah haji Indonesia tahun ini.
Kementerian Agama telah mencanangkan tagline “Haji Ramah Lansia” pada penyelenggaraan tahun ini. Sejumlah ikhtiar dilakukan dalam rangka mewujudkan upaya optimalisasi layanan kepada seluruh jemaah haji, termasuk mereka yang masuk kategori lansia.
Organisasi kesehatan dunia atau WHO mendefinisikan lansia sebagai orang dengan usia 60 tahun ke atas. Namun, Kementerian Agama menetapkan prioritas lansia tahun ini adalah jemaah dengan usia 65 tahun ke atas.
“Kami sejak awal perencanaan, telah melibatkan ahli geriatri dari Universitas Indonesia untuk merumuskan konsep layanan, prosedur operasional, sekaligus melakukan pemantauan dan pengawasan kesehatan jamaah haji lansia saat operasional,” terang Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Subhan Cholid di Makkah, Jumat (16/6/2023).
Pedoman dari ahli geriatri, lanjut Subhan, ikut dijadikan materi dalam proses manasik. Kementerian Agama juga telah menyusun buku pedoman Manasik Haji Ramah Lansia. “Penguatan layanan ramah lansia ini kita sudah sosialisasikan sejak dari tanah air, terutama melalui proses manasik haji jemaah, baik di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan maupun Kantor Kemenag Kabupaten/Kota,” sebutnya.
Proses manasik bagi jemaah haji yang berada di pulau jawa, dilakukan delapan kali. Sementara manasik haji di luar pulau jawa dilakukan 10 kali. Komposisinya, dua kali dilakukan di Kankemenag Kabupaten/Kota, sisanya dilakukan di KUA.
Upaya ketiga yang dilakukan dalam mewujudkan haji ramah lansia adalah menyiapkan sarana transportasi, utamanya bus shawalat yang mengantar jemaah haji dari hotel ke Masjidil Haram, pergi-pulang, yang mudah diakses dan ramah lansia.
PPIH tahun ini telah menyiapkan 450 armada untuk layanan Bus Shalawat. Ada tiga terminal pemberhentian, yaitu: Ajyad, Mahbas Jin, dan Syib Amir. Terminal Mahbas Jin dikelola oleh otoritas Arab Saudi dan berlaku untuk semua negara. Sementara pada terminal Mahbas Jin dan Syib Amir, PPIH dapat menyiapkan sekaligus mengelola sendiri armadanya. Karena itu, disiapkan juga bus ramah lansia pada rute terminal Ajyad (Misfalah) dan Syib Amir (Jarwal, Raudhah, dan Syisah).
“Alhamdulillah, semua rute di Syib Amir dan Ajyad sudah tersedia bus ramah lansia. Adapun rute terminal Mahbas Jin, ini merupakan jalur internasional. Bus pada jalur ini digunakan juga secara bersama-sama oleh jemaah dari berbagai negara,” jelasnya.
“Ada sekitar 200 personil yang ditugaskan untuk memberikan layanan kepada jemaah di tiga terminal dan halte-halte terdekat hotel mereka,” lanjutnya.
Upaya keempat dalam mewujudkan haji ramah lansia adalah menyediakan ruang tunggu khusus dan menyusun skema penempatan jemaah lansia di hotel. PPIH telah menyusun prosedur pelayanan di hotel jemaah, antara lain menyiapkan lobby dan lift prioritas lansia. Sejumlah stiker yang berisi informasi seputar lansia juga ditempatkan pada banyak titik di hotel jemaah.
Kelima, upaya yang dilakukan dalam mewujudkan haji ramah lansia adalah mengurangi kegiatan seremonial di embarkasi. Hal ini penting dilakukan untuk agar jemaah tidak kelelahan oleh kegiatan yang semata bersifat seremonial. “Tiap embarkasi sejak awal kita imbau untuk tidak terlalu banyak dan lama menggelar seremonial untuk jemaah, misalnya saat pelepasan dan lainnya. Jika pun diadakan, maka kami minta jemaah lansia untuk tidak dilibatkan agar mereka dapat istirahat di kamar masing-masing,” sebut Subhan.
Keenam, menggelar bimbingan teknis bagi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dengan penekanan pada semangat Haji Ramah Lansia. Bimtek petugas adalah aktivitas yang rutin dilakukan sebagai bagian dari tahapan persiapan. Namun, bimtek tahun ini dikemas sedikit berbeda. Selain penanaman nilai, bimtek juga diisi pelatihan praktis penanganan jemaah lansia dan risti, baik dari aspek kesehatan, pelindungan, dan lainnya.
“Selain penguatan bimtek, tahun ini juga dilakukan penambahan petugas yang disiapkan secara khusus untuk melayani lansia. Ada Bidang Layanan Lansia dalam struktur PPIH. Selain itu, petugas pada sektor khusus Masjid Nabawi dan Masjidil Haram ditambah. Demikian juga dengan tim Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah atau PKP3JH,” sebut Subhan.
Ketujuh, mengedukasi jemaah lansia agar tidak memaksakan diri dan memberikan pemahaman tentang berbagai alternatif kemudahan dalam ibadah haji. Aspek pertama dilakukan baik secara langsung (daring) dalam beragam giat bimbingan ibadah di hotel yang dilakukan konsultan, maupun tidak langsung melalui beragam konten media sosial. Harapannya, pihak keluarga jemaah yang melek digital juga bisa mendapatkan informasi dan memberikan edukasi kepada orang tuanya yang berhaji.
Aspek kedua, Kemenag telah menyusun buka manasik haji bagi lansia. Selain itu, dibuat juga beragam poster dan konten informasi terkait dengan beragam kemudahan dalam manasik haji bagi jemaah lansia. Konten informasi ini dibuat dalam beragam bentuk agar mudah diakses dan dipahami oleh jemaah dan juga keluarganya.
“Menjelang puncak haji, seluruh perhatian para konsultan dan petugas bimbingan ibadah, bersama dengan petugas Daker Makkah adalah merumuskan skema pergerakan jemaah haji pada fase puncak haji. Skema pergerakan lansia dari hotel di Makkah ke Arafah, lalu Muzdalifah, lalu Mina, terus dibahas agar mendapatkan terobosan kebijakan yang sesuai dengan syariah sekaligus tidak memberatkan lansia dalam proses pelaksanaannya,” terang Subhan.
“Ini masih terus dibahas secara intensif. Jika sudah menjadi rumusan yang disepakati, akan segera disosialisasikan ke jemaah dan disiapkan teknis implementasinya di lapangan,” lanjutnya.
Kedelapan, melibatkan jemaah haji lainnya untuk meningkatkan kepedulian terhadap jemaah lansia. Kepedulian antar jemaah adalah kunci. Sebab, jemaah lah sejatinya yang bersinggungan langsung dengan lansia dalam kegiatan kesehariannya. Karenanya, kepedulian menjadi kunci. Nilai ini juga diinternalisasi dalam serangkaian kegiatan manasik di Tanah Air dan bimbingan ibadah di Tanah Suci.
Kesembilan, menjalin sinergi lintas pihak dalam penyediaan kursi roda. Kursi roda menjadi sarana penting bagi lansia. Sebab, salah satu tantangan utama lansia ada pada mobilitas. Tidak jarang, para petugas harus menggendong mereka untuk sekedar berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya.
“Alhamdulillah, kali pertama kita bersinergi dengan pengurus Masjid Nabawi dan mendapat bantuan 15 kursi roda. Rencananya akan ditambah hingga 50 kursi roda,” tutur Subhan.
“Kita juga menjalin kerja sama dengan Baznas dan Bank Syariah Indonesia. Alhamdulillah ada bantuan hingga 200 kursi roda. Ini akan sangat bermanfaat dalam membantu jemaah lansia, utamanya saat puncak haji,” tandasnya.