Search

Fenomena Putus Sekolah Tak Bisa Dianggap Remeh

Majalahaula.id – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta ruang pembelajaran dibuka seluas-luasnya bagi setiap anak bangsa. Hal ini ia sampaikan saat membuka diskusi bertema ‘Mengurangi Angka Putus Sekolah dalam Mempersiapkan Generasi Penerus Menuju Indonesia 2045’ yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.

Menurutnya, ruang belajar ini dapat dibuka dengan mengoptimalkan sumber daya semaksimal mungkin. Dengan demikian, seluruh elemen dapat mempersiapkan generasi emas dan berdaya saing di masa datang.

Ia mengungkapkan berdasarkan laporan BPS, angka putus sekolah kembali meningkat pada 2022 setelah mengalami tren penurunan sejak 2016. Menurutnya, fenomena putus sekolah ini tidak bisa dianggap remeh.

“Peningkatan angka putus sekolah selama pandemi maupun disrupsi saat ini menunjukkan kita belum mampu melalui situasi krisis dan ketidakpastian global secara smooth di sektor pendidikan,” kata Lestari dalam keterangannya.

Baca Juga:  Pendaftaran Akun KIP Kuliah Berakhir Bulan Ini

Perempuan yang akrab disapa Rerie ini mengatakan butuh penanganan dan solusi yang serius jika ingin mencerdaskan seluruh anak bangsa, meningkatkan kualitas SDM, dan menuju pencapaian kesejahteraan nasional.

Lebih lanjut, ia menilai putus sekolah dapat disebabkan berbagai faktor. Beberapa di antaranya ketidakinginan individu untuk melanjutkan sekolah, beban belajar yang terlampau berat, kemalasan, masalah finansial rumah tangga, atau masalah lain yang menyebabkan siswa/i memutuskan tidak melanjutkan sekolah.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengatakan keluarga dan lingkungan perlu menjadi pemerhati pertama dalam menyikapi persoalan putus sekolah itu. Selain itu, pemerintah melalui inisiatifnya diimbau memahami bahwa tidak semua anak memiliki kesempatan yang sama dan dukungan sumber daya yang sama dalam mengenyam pendidikan.

Baca Juga:  Hadiri Wisuda SMK Diponegoro Sidoarjo, Ini Pesan Sekretaris RMI PBNU

Untuk itu, ia menegaskan seluruh elemen masyarakat, pemerhati pendidikan, dan pemerintah harus memiliki political will dalam mewujudkan generasi emas yang berdaya saing. Salah satunya dengan membuka kesempatan belajar seluas-luasnya bagi setiap warga negara.

Sebagai informasi, diskusi ini dimoderatori oleh Dr. Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu. Hadir pula sejumlah narasumber yang terdiri dari Ratih Megasari Singkarru, M.Sc. (Kapoksi Komisi X Fraksi NasDem DPR RI), Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D. (Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek RI), dan Dr. Jejen Musfah, MA (Wakil Sekjen Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia /PB PGRI – Pemred Majalah Suara Guru).

Selain itu, Halili Hasan (Direktur Eksekutif SETARA Institute), Indrastuti (Wartawan Media Indonesia Bidang Pendidikan), dan Ahmad Baedhowi AR (Direktur Eksekutif Yayasan Sukma Bangsa) turut hadir sebagai penanggap.

Baca Juga:  Di China Bahasa Indonesia Mulai Diajarkan di Sekolah Dasar

Kapoksi Komisi X Fraksi NasDem DPR RI Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan pada periode 2012-2023, rata-rata peserta didik hanya mengenyam pendidikan delapan tahun. Bahkan di sejumlah daerah tertentu ada yang hanya tujuh tahun padahal penerapan wajib belajar saat ini ialah 12 tahun.

Menurutnya, ada sejumlah kendala yang menyebabkan angka putus sekolah ini. Mulai dari kondisi ekonomi keluarga, daya tampung sekolah, faktor geografi, pandemi, dan pemahaman keluarga tentang pendidikan.

Ia mengatakan banyak anak usia sekolah terpaksa bekerja karena kendala finansial. Selain itu, daya tampung SMA dan SMK yang terbatas menyebabkan sekolah tidak mampu menampung seluruh lulusan SMP.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA