Majalahaula.id – Tren mobil listrik saat ini masih kurang diminati warga Indonesia. Karenanya pemerintah juga mengakui peminat mobil listrik di Indonesia masih minim. Ada sejumlah alasan mengapa peminat mobil listrik masih rendah, salah satunya pilihan model mobil listrik masih sedikit.
“Kita lihat isunya ada beberapa. Saya bilang ada tiga. Pertama, orang yang mau beli masih ragu karena pilihannya masih sedikit, kedua harganya masih mahal, dan infrastruktur masih kurang lengkap,” kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur & Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin di Jakarta, Rabu (31/5).
Rachmat juga menyoroti masalah kapasitas produksi mobil listrik di Indonesia yang masih belum terlalu besar. Ia mengklaim rata-rata pabrikan yang merakit kendaraan listrik di Indonesia baru menghasilkan 30 ribu unit dalam setahun.
Hal ini pun membuat banyak mobil listrik yang dipesan konsumen menjadi inden. Padahal, pemerintah menargetkan ada 1 juta kendaraan listrik.
“Karena kebutuhan kita 1 juta, jadi dia belum bisa memenuhi kebutuhan kita,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Ia mengklaim sebetulnya banyak pabrikan otomotif ingin berinvestasi di Indonesia. Namun, pemerintah juga harus memastikan pabrikan yang ingin masuk ke Indonesia harus benar-benar serius untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Di sisi lain, yang juga penting adalah pembangunan infrastruktur seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Menurutnya saat ini jumlah SPKLU yang tersebar di Indonesia sudah cukup banyak, tapi populasi mobil listrik malah masih sedikit.
“PLN bilang SPKLU makin banyak, tapi mobilnya sedikit,” paparnya.
Saat ini baru dua perusahaan yang merakit mobil listrik di dalam negeri, yakni Wuling yang memproduksi Air EV dan Hyundai yang melahirkan Ioniq 5. Pemerintah bakal mendorong kedua perusahaan tersebut untuk memproduksi model lain untuk menjadi pilihan bagi konsumen.
“Wuling, Hyundai udah masuk tapi masih kecil produknya. Kita harus dorong mereka untuk expand produk. Kalau kita sukses dorong mereka, kita bisa punya banyak pilihan,” jelasnya.
Rachmat menambahkan saat ini rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih di bawah negara tetangga lainnya. Dibanding Malaysia saja, rasio kepemilikan mobil Indonesia masih kalah.
“Kepemilikan mobil di Indonesia masih rendah, mungkin 1/5 dari Malaysia. Padahal kita masih punya pasar ke depan dengan ekonomi yang berkembang, bisa lebih luas lagi,” tutur Rachmat.
Rachmat meyakini Indonesia merupakan salah satu pasar otomotif penting di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan produksi mobil di Tanah Air mencapai 1,5 juta pada tahun lalu.
“Kita bangga punya industri otomotif kuat tahun lalu kita produksi 1,5 juta mobil dan 40 persen diantaranya diekspor,” pungkasnya.