Majalahaula.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani merespons kritikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menyebutkan pemerintah membayar utang sekitar Rp1.000 triliun per tahun. Nilai tersebut tertinggi sepanjang sejarah.
Menurutnya, pembayaran utang pemerintah sampai saat masih terjaga dengan baik dan dilakukan sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Namun, ia tidak membenarkan ataupun menampik apakah pembayaran utang tiap tahunnya mencapai hingga Rp1.000 triliun.
“Kita kalau lihat dari data dan pengelolaan utang tiap tahun kita, utang itu kan ada beberapa jangka waktunya. Pasti untuk yang tempo maupun pembayaran utangnya itu sudah ada di dalam APBN dan itu masuk dalam strategi pembiayaan tiap tahun. Itu yang kita lakukan,” ujarnya ditemui di Gedung DPR RI, Selasa (23/5).
Bendahara negara ini menekankan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk utang, yang penting adalah dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Di mana, sebelum jatuh tempo, utang bisa dibayar.
“Yang paling penting prinsipnya, yang jatuh tempo bisa dibayar,” imbuhnya.
Selain itu, ia menekankan untuk utang Indonesia tidak hanya pembayaran yang lancar. Namun, jumlahnya yang meski saat ini tinggi, tapi masih jauh di bawah ambang batas utang yang ditetapkan UU Keuangan Negara, yakni 60 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan per akhir Maret 2023, posisi utang pemerintah tercatat sebesar Rp7.879,07 triliun. Rasio utang ini tercatat sebesar 39,17 terhadap PDB. Sedangkan, pembayaran bunga utang sepanjang 2022 (Januari-Desember) tercatat sebesar Rp 386,34 triliun.
“Kemudian beban utangnya tetap manageable. Itu yang masuk dalam sustainabilitas,” pungkas Sri Mulyani.
Sebelumnya, dalam acara Milad PKS ke-21, JK menyebutkan pembayaran utang di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat besar, bahkan tertinggi sepanjang sejarah. Jumlahnya juga sama.
“Pak AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) tadi mengatakan utang besar, betul. Setahun bayar utang lebih Rp1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka,” cetus JK.