Majalahaula.id – Tidak lama lagi, ibadah haji akan berlangsung di tanah Suci Mekkah dan Madinah. Di berbagai wilayah di tanah air, berbagai pihak terkait pelaksanaan ibadah haji tengah merampungkan persiapan akhir guna menyongsong keberangkatan para jemaah calon haji ke tanah suci.
Dilansir dari kemenag.go.id, di balik persiapan keberangkatan tersebut, terselip cerita menarik tentang beragam tradisi lokal yang turut mewarnai proses persiapan pemberangkatan ibadah haji. Lazim dilihat di berbagai daerah, masyarakat menyelenggarakan upacara pelepasan jemaah calon haji dengan balutan tradisi lokal.
Hal demikian tentu saja menyiratkan satu hal penting bahwa prosesi ibadah haji dapat bersandingan dengan harmonis bersama implementasi nilai moderasi beragama karena mengandung penghargaan terhadap khazanah budaya lokal. Kenyataan ini terlihat dengan jelas saat pelaksanaan tradisi Tepuk Tepung Tawar Jemaah Calon Haji (JCH) Kabupaten Langkat, Sumut, Selasa (16/5/2023).
Secara literatif, tradisi Tepuk Tepung Tawar berawal dari budaya Melayu di Riau dan sudah tercatat secara resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda (Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud, 2019).
Tepuk Tepung Tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu Riau peninggalan para Raja-raja terdahulu. Tepuk tepung tawar merupakan upacara adat sebagai bentuk persembahan syukur atas terkabulnya suatu keinginan atau usaha, untuk mendapat ridho dariNya, terhindar dari mara bahaya, dan mendapat rahmat yang berkesinambungan.
Tepuk Tepung Tawar biasa dipergunakan dalam acara-acara tertentu, misalnya pernikahan, menempati rumah baru, mengendarai kendaraan baru, khitanan, serta bentuk-bentuk dari luapan rasa kegembiraan bagi orang-orang yang mempunyai hajatan, atau semacam upacara adat yang sakral lainnya. Berdasarkan makna ritual tepuk tepung tawar bagi masyarakat Suku Melayu, ada pepatah mengungkapkan “kalau buat keje nikah kawin, kalau belum melaksanakan acara tepuk tepung tawar”.
Seiring dengan perkembangan zaman, pelaksanaan tradisi Tepuk Tepung Tawar yang dilakukan oleh masyarakat Melayu juga dipergunakan saat pelepasan jemaah calon haji, sebagaimana di Kabupaten Langkat dan daerah lain di Pulau Sumatera pada umumnya.
Saat pelaksanaan tradisi Tepuk Tepung Tawar bagi jemaah calon haji Kabupaten Langkat dilaksanakan, hadir berbagai pihak dari beragam unsur yang terlibat di dalamnya.
Dalam pelaksanaannya, Tepuk Tepung Tawar dijalankan dengan beberapa pelengkap acara, yakni daun perenjis (daun yang diikat jadi satu untuk dicelupkan kedalam air) dan air wangi (air yang dicampur bedak, jeruk, dan bunga mawar). Kelengkapan tersebut menjadi alat utama pelaksanaan acara, dengan prosesi perenjisan (mencipratkan) sebagai teknisnya.
Dibarengkan dengan acara halal bihalal Kemenag Kabupaten Langkat, acara Tepuk Tepung Tawar dihadiri para pejabat di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Langkat (Plt Bupati dan para kepala dinas), Kepala Kantor Kementerian Agama Langkat, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Baznas Daerah, Tuan Guru Besilam, dan tokoh penting lainnya di Langkat.
Rangkaian acara Halal Bihalal dan Tepuk Tepung Tawar Calon Jemaah Calon Haji diisi dengan sambutan Kepala Kantor Kemenag Langkat, Ainul Aswad, MA, dan Plt Bupati Langkat Syah Afandin, SH. Setelahnya, prosesi Tepuk Tepung Tawang Tawar dijalankan.
Prosesi ini dimulai dari dipersilakannya para tokoh Kabupaten Langkat untuk mengambil daun perenjis, yaitu daun yang diikat jadi satu dicelupkan kedalam air yang dicampur bedak, jeruk, bunga mawar, lalu direnjis (dilumat pelan) pada kedua tangan yang telungkup diatas paha yg dialas bantal tepung tawar yang dialas dengan kain putih atau kain batik.
Setelahnya, penepuk tepung tawar mengambil beras kunyit, membasuhnya bersama bunga rampai, lalu ditabur kepada orang yang ditepung-tawari. Bila yang ditepungtawari orang yang dianggap terpandang dan terhormat di daerah tersebut, proses membasuhnya dapat dilakukan dengan menabur sampai atas kepala dengan putaran dari kiri kekanan sambil membaca salawat.
Sambil merenjiskan air percung kepada pihak yang ditepung-tawari, penepuk mengambil sejemput inai lalu dioleskan di telapak tangan kanan dan kiri. Terlihat, Plt Bupati, Kepala Kemenag, dan tokoh atau ulama di Langkat bergantian melakukan tepuk tepung tawar kepada para calon jemaah haji.
Mengutip dari berbagai sumber terkait tradisi Tepung Tawar, setelah semua orang yang ditunjuk sebagai penepuk tepung tawar selesai menunaikan tugasnya, acara ditutup dengan doa selamat. Biasanya, penepuk tepuk tawar memenuhi unsur bilangan ganjil, dimulai dari 3,5,7,9, dan 13.
Makna Prosesi Tepuk Tepung Tawar
Ditemui dalam prosesi acara halal bihalal dan Tepuk Tepung Tawar Kabupaten Langkat, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Langkat, Ainul Aswad, MA memberikan pandangannya mengenai pelaksanaan acara ini.
“Tepuk Tepung Tawar adalah tradisi Melayu yang kuat berpengaruh di Masyarakat Minang dan Sumatera secara umum. Hingga kini, budaya ini tetap terjaga dengan baik,” jelasnya (16/5) di Langkat.
“Tradisi ini juga memiliki makna yang dalam dan kuat. Beras kunyit, beras basuh, dan beretih yang dihamburkan bermakana ucapan selamat dan turut bergembira. Merenjis kening bermakna berfikirlah sebelum bartindak atau teruslah menggunakan akal yang sehat,” tuturnya bersemangat menjelaskan makna tradisi ini.
“Selain itu, merenjis di bau kanan dan kiri bermakna harus siap memikul beban dengan penuh rasa tanggung jawab. Merenjis punggung tangan bermakna jangan pernah putus asa dalam mencari rezeki, selalu dan terus berusaha.dalam menjalani kehidupan. Doa selamat di penutup acara bermakna pengharapan apa yang dilakukan mendapat berkah dan ridho dari Allah Swt.,” imbuhnya.
Ketua MUI Langkat H Zulkifli Ahmad Dian, Lc., MA, yang turut mengikuti prosesi tepung tawar menyatakan kegembiraannya atas antusiasme warga dan kebersamaan yang tercipta dalam tradisi ini. “Kami harapkan kebersamaan dan kekompakan warga Langkat terus terjaga. Tepung Tawar ini mampu menjadi perekat warga,” paparnya.
Program Penguatan Moderasi Beragama Langkat
Lebih jauh, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Langkat, Ainul Aswad, MA memberikan pandangannya tentang Tradisi Tepung Tawar dan relasinya dengan program moderasi beragama Kementerian Agama. “Dalam pandangan saya, perayaan tradisi tepung tawar yang kami jalankan bersamaan dengan pelepasan jemaah calon haji ini ini terhubung erat dengan program moderasi beragama Kementerian Agama, khususnya dalam nilai ramah budaya (i’tibar al ‘urf),” katanya.
Dirinya menjabarkan, menghormati budaya adalah bagian penting dari implementasi nilai moderasi beragama. Dengan menghormati budaya lokal, konsep moderasi beragama menunjukkan kompatibilitas dengan nilai lokalitas yang berkembang, bukan malah berseberangan atau menghilangkannya.
“Kementerian Agama Kabupaten Langkat senantiasa bersinergi dengan berbagai pihak untuk memperkuat toleransi beragama di Langkat,” tambahnya.
Dalam kesempatan kunjungan ke wilayah Langkat sebelum gelaran halal bi halal dan Tepung Tawar dilaksanakan, dirinya memperlihatkan praktik baik dan implementasi toleransi beragama di beberapa Kawasan di Langkat, khususnya Kecamatan Salapiyan.
Dalam Forum Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di Salapiyan yang diikuti penulis, para pengurus majelis keagamaan dan forum kerukunan umat beragama (FKUB) menunjukkan tekad dan motivasi yang tinggi untuk terus memperkuat toleransi beragama dan mengembangkan potensi budaya toleransi beragama di Salapiyan sebagai laboratorium moderasi beragama di wilayah Sumatera Utara.
“Dalam upaya dan tekad bersama ini, kami meyakini peran penting lembaga pendidikan sebagai wadah diseminasi moderasi beragama. Untuk itu, kami akan jadikan beberapa madrasah Aliyah dan SMA di Langkat sebagai piloting sosialisasi dan penunjukan selaku duta moderasi beragama,” jelasnya.
Dirinya meyakini, kombinasi antara tekad warga lintas iman tentang toleransi Bergama dan penguatan moderasi beragama pada lembaga pendidikan akan memberikan warna kuat untuk memupuk dan memperkuat implementasi moderasi beragama di Kabupaten Langkat.
“Seperti yang kita lihat bersama, Tradisi Tepuk Tepung Tawar adalah manifestasi penghargaan terhadap budaya lokal. Di sisi lain, motivasi dan keinginan warga dan lembaga pendidikan juga sangat relevan dalam hal ini. Karenanya, kami optimis dan mohon dukungan dari semua pihak untuk rancangan dan rencana pengembangan serta penguatan moderasi beragama di kabupaten Langkat,” pungkasnya mengakhiri perbincangan.
MG4