Search

Imaz Fatimatuz Zahra Ketentuan saat Perempuan Berpidato

Majalahaula.id – Ada sejumlah hal yang hendaknya diperhatikan bagi perempuan yang akan memberikan pidato di depan massa. Tidak semata berbekal kemampuan orasi, juga hal lain layak untuk diperhatikan.

Pandangan tersebut disampaikan perempuan yang akrab disapa Ning Imaz dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur ini. Ia menjelaskan setidaknya 3 hal yang perlu diperhatikan terkait hukum perempuan berpidato di depan umum.

Pertama adalah terkait hukum perempuan menampakkan diri di khalayak. Kedua, hukum suara perempuan apakah termasuk aurat atau tidak. Ketiga, tujuan dari pidato yang disampaikan.

Terkait hal yang pertama yakni menampakkan diri di depan umum, bagi perempuan ini bukanlah termasuk hal yang dilarang. Dengan catatan, perempuan tersebut menutup aurat dengan baik dan benar serta tidak melakukan gerak-gerik (gestur) yang mengundang hal-hal yang tidak diinginkan. “Jadi dia (perempuan) yang mampu menjaga izzah dan juga iffah-nya, juga menjaga auratnya tetap tertutup dengan baik,” jelas putri dari pasangan almaghfurlah KH Abdul Khaliq Ridwan dan Nyai Hj Eeng Sukaenah ini.

Baca Juga:  KH Ahmad Bahauddin Nursalim Bekerja adalah Ibadah Terbaik

Selanjutnya yang kedua terkait suara perempuan, ia menjelaskan bahwa suara perempuan memang tidak dianggap aurat. Namun ketika suara perempuan mengandung unsur kesengajaan untuk mengundang hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya menggoda atau merayu, maka hal ini tidak diperbolehkan. “Meskipun suara bukan aurat tetapi syaratnya adalah tidak mengandung unsur-unsur tersebut tadi,” tegasnya.

Hal ketiga selanjutnya adalah terkait apakah tujuan perempuan berpidato di depan umum itu dibenarkan dan apakah mengandung kebaikan atau tidak. Menurutnya, jika pidato perempuan tersebut mengandung maslahah (kebaikan), maka tidak ada masalah.

Namun jika apa yang diorasikan tersebut merupakan sesuatu yang bisa menimbulkan mafsadat (kerusakan) dalam artian menimbulkan pertikaian atau menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan semisal ceramah provokatif dan bisa menimbulkan perpecahan dan propaganda, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. “Secara garis besar perempuan-perempuan sekarang yang menyuarakan banyak hal untuk kebaikan bagi sesamanya dengan konteks-konteks ataupun syarat-syarat yang sudah dipenuhi tadi, maka hal itu adalah sebuah kebaikan,” tegasnya. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA