Search

LAZISNU Terus Lakukan Terobosan bagi Pengembangan Zakat

Majalahaula.id – NU Care-Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berkomitmen untuk terus melakukan kajian mendalam terkait perkembangan objek zakat. Kajian pengembangan objek zakat dimaksudkan agar penghimpunan dan pengelolaan zakat, infak, dan sedekah di Nahdlatul Ulama selaras dengan pandangan ulama fikih kontemporer. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengelolaan ZIS di NU Care-LAZISNU juga sudah sesuai dengan syariat Islam.

Pengurus LAZISNU PBNU Bukhori Muslim mengatakan, objek zakat saat ini sudah berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Menurutnya, pada zaman dulu, objek zakat hanya seputar emas, kambing dan sapi, sedangkan objek zakat saat ini berkembang kepada hal-hal yang muncul di era kontemporer seperti zakat saham, dan lain sebagainya. Perdebatan dan kajian terkait ini muncul di kalangan para akademisi dan ulama-ulama pesantren, bagaimana cara menzakati saham. Sebab orang dulu disebut kaya ketika memiliki ternak kambing, sapi dan lain-lain. Tetapi saat ini, orang juga disebut kaya ketika dia memiliki saham di beberapa perusahaan.

Baca Juga:  NUCash Berharap Optimalkan Dana untuk Kemaslahatan Umat

“Nah mereka, sekarang bayarnya dengan saham atau dengan uang yang sudah dicairkan dari sahamnya itu?” kata Bukhori Muslim saat mengisi Talkshow Ramadhan Penjelasan Fiqih Zakat Kontemporer di akun Youtube NU Online, Senin (10/04/2023).

Ia menjelaskan, diskursus dan kajian inilah yang akan terus diperbaharui oleh NU Care-LAZISNU agar kajian tentang zakat dapat diketahui oleh masyarakat secara luas, yang akhirnya berimplikasi pada keputusan NU Care-LAZISNU dalam menentukan objek zakat yang wajib dikenai. Kajian-kajian zakat tersebut, katanya, tentu akan merujuk pada cara pandang kelompok Islam Ahlussunah wal Jamaah.

Selain itu, kajian objek zakat kontemporer yang juga sedang dibahas oleh NU Care-LAZISNU yaitu zakat perusahaan dan zakat yang ditasyarufkan tidak dalam bentuk dana, tetapi dalam bentuk barang (zakat pemberdayaan). “Setuju tidak setuju di NU sudah biasa. Contoh lain misalnya seorang ustadz, ceramah di mana-mana. Sekali ceramah misalnya dia mendapatkan Rp200 juta, bagaimana itu? Dikenai pajak atau tidak? Zakat profesi? Ini zakat kontemporer yang terus kita kaji,” ujarnya. (Ful)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA