Search

PBNU: Akhiri Debat RI Batal Tuan Rumah Piala Dunia U-20

Majalahaula.id – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta banyak kalangan agar mengakhiri perdebatan soal batalnya Indonesia menjadi tuan rumah ajang bergensi Piala Dunia kelompok umur 20 tahun atau U-20. Hal itu ditegaskan oleh Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi yang meminta seluruh pihak menyudahi polemik pembatalan Piala Dunia U-20.

“Mari kita sudahi polemik, protes, dan hiruk pikuk pembatalan tersebut, masih banyak agenda positif lainnya yang perlu perhatian kita semua,” kata Gus Fahrur dikutip pada Jumat (31/3/2023).

Gus Fahrur meminta kepada seluruh pihak untuk menerima keputusan FIFA dengan lapang dada. Ia menyebutkan bahwa di balik pembatalan oleh federasi sepak bola dunia tersebut pasti ada nilai positif yang dapat diambil hikmahnya.

Baca Juga:  Berharap kepada Terbentuknya Satgas Antimafia Bola

“Terlepas dari pro kontra sebelumnya. Mungkin ada hikmah di balik pembatalan tersebut untuk memacu semangat persepakbolaan Indonesia di masa yang akan datang,” ujarnya.

Sebelumnya, FIFA membatalkan status tuan rumah Indonesia di Piala Dunia U-20 2023 pada Rabu (29/3). Alasan ‘situasi terkini’ di Indonesia menjadi dasar dari pembatalan Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia.

PSSI Nego FIFA soal Sanksi
Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengaku akan kembali melakukan lobi dan negosiasi kepada FIFA terkait sanksi yang bakal diterima Indonesia dengan pembatalan itu. Erick mengatakan, melalui surat yang dilayangkan kepada Presiden Joko Widodo, saat ini FIFA tengah mempelajari dan mempertimbangkan sanksi untuk Indonesia.

Baca Juga:  Permainan Lato-lato yang Semakin Mengganggu

“Saya sedang menunggu undangan kembali dari FIFA setelah mereka ada rapat FIFA Consul yang akan terjadi beberapa hari ke depan. Saya bersiap untuk kembali bertemu FIFA,” ucap Erick dalam siaran pers di Istana Negara, Jumat (31/3/2023).

Ia menjelaskan, sanksi terberat yang mungkin dikeluarkan FIFA untuk Indonesia adalah larangan ikut kompetisi di dunia, baik sebagai tim nasional maupun sebagai klub. Sanksi seperti ini tentu tidak diharapkan dalam persepakbolaan Indonesia.

“(Sanksi) itu sebenarnya sudah pernah terjadi pada 2015, kebetulan saya bukan siapa-siapa saat itu, bukan menteri, atau pengurus PSSI, Bapak Presiden meminta saya juga untuk bisa melobi FIFA dan (sanksi itu) dicabut di tahun 2016,” jelas Erick. (Hb)

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA