Majalahaula.id -Nahdlatul Ulama (NU) merupakan sebuah organisasi sakral karena kemurnian para pendirinya. Penegasan ini disampaikan Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir dalam tayangan video di kanal Youtube Petiga TV, Selasa (21/3/2023).
Kemurnian yang dimaksud, lahir dari niat tulus para auliya, yang secara harfiah dijabarkan sebagai orang-orang dengan tingkat spiritualitas tinggi. Dan, didorong oleh kompetensi kuat dari ulama, sebagai individu yang memiliki intelektualitas yang mumpuni. “Akan tetapi, seringkali kita temukan, yang auliya juga ulama, yang ulama juga auliya,” terang Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo, Jawa Timur, ini.
Soal kesakralan NU, kiai Afif menyebut bahwa para pendiri NU adalah mereka yang mengasuh pondok pesantren. Meski terkenal dengan kealimannya, namun para pendiri NU tidak menafikan restu dari konsultan spiritualnya, yakni Syaikhona Kholil Bangkalan.
Selanjutnya, KH Raden As’ad Syamsul Arifin, pendiri pesantren paling berpengaruh di Situbondo, Salafiyah Syafi’iyah menjadi mediator, yang dipercaya memantapkan hati KH Hasyim Asy’ari untuk membentuk Jam’iyah (perkumpulan) Ulama, yang pernah diusulkan muridnya KH Wahab Hasbullah.
Peristiwa itu terjadi setelah dua tahun lamanya, pendiri Pesantren Tebuireng di Jombang itu, mencari ‘isyarat langit’ yang tak kunjung datang lewat shalat istikharah. Rupanya isyarat itu datang lewat tongkat dan tasbih yang dikirim gurunya Syaikhona Kholil. “Ini merupakan cikal bakal kembalinya NU pada khittah yang diputuskan kala Muktamar ke-27 NU di Situbondo,” ungkapnya.
Kiai Afif lebih lanjut mengatakan bahwa kesakralan NU tidak semata-mata bertumpu pada kemampuan finansial dan kecerdasan intelektual, akan tetapi didukung oleh kecerdasan spiritual. “Inilah kunci dari kesakralan NU,” tandas kiai Afif. (Vin)