Majalahaula.id, Surabaya – Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifudin Muhajir menyebutkan bahwa perdamaian adalah pondasi yang menjadi dasar kehidupan manusia. Pasalnya, semua aktivitas baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi tidak akan berjalan di sebuah wilayah yang sedang dilanda konflik.
“Perdamaian menjadi tuntutan akal sehat dan tuntunan dari ajaran Islam,” ucap Kiai Afifudin saat menyampaikan materi dalam acara Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang digelar di Hotel Shangrila, Surabaya, Senin (6/2/2023).
Kiai Afif menjelaskan bahwa dalil dari pernyataannya itu berasal dari ayat Al-Quran tepatnya pada Surat al-Baqarah ayat 126: (Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya, yaitu orang yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari Akhir.
“Doa Nabi Ibrahim yang menginginkan negeri menjadi aman adalah termasuk doa yang lengkap dan komprehensif,” ujarnya.
Menurut Imam Ibnu `Asyur, kata Kiai Afif, dikatakan komprehensif karena keamanan mencakup semua aspek kehidupan, seperti kesejahteraan, pendidikan, sosial, dan sebagainya. Sebaliknya, tanpa keamanan, semua aspek tersebut akan sirna karena tergerus oleh peperangan atau kekerasan.
“Umat Islam adalah aktor keamanan atau perdamaian, namun dalam prakteknya tidak bisa berjalan sendirian harus berjalan beriringan dengan pihak lain,” tambahnya.
Kiai Afif juga menegaskan bahwa peperangan bukan ajaran Islam. Menurutnya, ada sebagian pihak yang tidak sependapat dengan pernyataan tersebut, pasalnya sejarah telah membuktikan bahwa banyak peperangan yang dialami oleh umat Islam.
“Masalahnya adalah Islam itu agama damai namun ternyata ada peperangan, peperangan dalam Islam adalah untuk bertahan bukan menyerang,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut Kiai Afif sedikit mengupas sejarah kota Madinah yang menjadi negeri aman dan stabil. Adanya perang yang melibatkan masyarakat Madinah adalah karena adanya pihak lain yang ingin merusak stabilitas di negeri itu.
“Perang Badar terjadi karena adanya serangan dari golongan kafir,” imbuhnya.
Dalam pidatonya itu, Kiai Afif mengutip pandangan Syekh Ramadhan Al-Buthi yang menyebutkan bahwa ada tiga syarat dalam melakukan jihad, yaitu memiliki wilayah, komunitas, dan ketertiban. Jihad bisa dilakukan apabila salah satu dari ketiga unsur tersebut sudah diganggu oleh pihak lain.