Majalahaula.id – Kehilangan. Itulah kata yang tepat menggambarkan perasaan saya atas kepergian Abah Echwan ke pangkuan Sang Maha Kuasa. Selain sahabat, Abah Echwan adalah partner saya dalam berdebat dan berdiskusi. Kami berdua memiliki tujuan dan cita-cita yang sama yakni mendorong kemandirian ekonomi di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU).
Demi mewujudkan cita-cita ini tentu hubungan kami tidak selalu mulus. Sering kali kita berdebat sampai malam. Jadi kini, saat tidak ada belia, tentu saya merasa sangat kehilangan. Karena partner yang saya rasakan betul-betul berjuang bersama demi bangkitnya kemandirian ekonomi NU sudah tiada. Tidak ada lagi lawan atau patner berdebat, yang semua dilakukan atas nama pengabdian ke NU.
Satu hal yang saya temui ada dalam diri Abah Echwan adalah sosok yang betul-betul menopang untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita NU dalam konsep Nahdlatut Tujar. Setidaknya ada 3 hal yang selama hidupnya sudah dimulai Abah Echwan dalam pengabdiannya untuk NU.
Pertama, seperti diketahui PWNU Jawa Timur baru membangun fondasi 17 lantai Gedung baru. Sampai kini baru mau menuju tahap 2 lantai setelah fondasi kokoh telah terbangun. Tentu siapapun tahu bahwa siapa pun yang menanamkan fondasi yang kuat itu nggak akan terkenal.
Saya tahu Abah Echwan mengabdi di NU tidak untuk menjadi terkenal. Karena Beliau yang sudah selesai dengan usahanya, selesai dengan urusan keluarganya dan selesai untuk urusan duniawi lainnya. Sehingga semangat inilah yang perlu kita teruskan. Tantangannya tentu tidaklah mudah. Apalagi kita melihat persaingan begitu ketat baik internal maupun eksternal di dalam mewujudkan cita-cita itu.
Yang kedua Abah Echwan berhasil mewujudkan model kemandirian berbasis toko modern. Walaupun itu masih rilisan, tapi semangat mewujudkan itu penting di lingkungan NU. Bahwa ini ada modelnya, tinggal bagaimana para penerus mampu membangkitkan dan melanjutkan point penting ini.
Bidang ekonomi yang ketiga tentu peninggalan Abah Echwan adalah di bidang media angan-angan beliau membuat sebuah media yang berbasis kepemilikan usaha yang 100% dimiliki oleh Nahdatul Ulama. Peran serta aktif para jamah dan jamiah ini baru mau dirilis. Nanti ke depan inginnya media ini menjadi tantangan bersama bagaimana pelibatan ide-ide kreatif dari kreator di lingkungan Nahdatul Ulama ini ada tampungan.
Itulah harapan Beliau. Menggelinding”. ingkan sebuah media hingga sudah bisa bergerak mandiri untuk selanjutnya akan bermanfaat. Hal ini kini menjadi wasiat sekaligus tantangan yang harus kita teruskan bersama-sama. Siapapun yang akan melanjutkan silahkan agar kita bisa meneruskan gerakkan seperti cita-cita yang telah disampaikan beberapa kali.
Satu hal kini membuat saya sangat menyesal setelah kepergian Abah Echwan. Dalam beberapa kali pertemuan terakhir, saya lebih banyak marah kepada Beliau. Bahkan, beliau sampai bilang ke saya: “Sudahlah pak Koderi jangan terlalu keras.” Saya berprinsip hal kecil itu harus ditegaskan kalau itu nanti akan mengganggu role model.
Karena saking asyiknya berdebat, saya memang sampai mengucapkan kalimat-kalimat keras. Meski kemudian saya selalu bilang ke Beliau bahwa saya keras ini karena saya sayang sama Beliau. Karena saya cinta sama Beliau sehingga apa yang saya sampaikan ini bagian dari memperingan tugas Beliau ke depan. Tak pernah menyangka bahwa kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang saya sampaikan kepada Beliau di rumah sakit.
Selamat jalan sahabat…. Tunggu kami mewujudkan cita-cita yang kita ingin bangun Bersama….
Ir. Muhamad Koderi, MT
Wakil Ketua PWNU Jawa Timur