Majalahaula.id – Ma’had Nurul Hasyimi merupakan pondok pesantren yang tumbuh dan berkembang di Desa Sumberan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Didirikan dan diasuh langsung oleh KH Hasan Fauzi Hasyim.
Yang bersangkutan adalah putra kedua dari mendiang KH Hasyim Mino dan Nyai Maimunah, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Qodim, Desa Kalikajar Kulon, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Nurul Qodim merupakan pesantren salaf yang kini dikenal dengan majelis shalawat terbesar di Jawa Timur, yaitu Syubbanul Muslimin.
Sepeninggal Kiai Mino, Kiai Fauzi atau yang lebih populer di kalangan masyarakat dengan sebutan Baginda, lebih memilih untuk tinggal di Desa Sumberan, dibandingkan melanjutkan pesantren peninggalan abahnya.
Masyhur dengan Sebutan Baginda
Namun, karena kealiman dan karamahnya, Baginda yang saat itu berada di tengah-tengah masyarakat, pelan-pelan juga mulai digandrungi santri. Seiring waktu, nama Baginda kian dikenal khalayak. Saban hari rumahnya tidak pernah sepi dari tamu. Mereka datang dengan berbagai macam niat, mulai dari ingin meminta doa selamat, keberkahan hasil panen, hingga hal-hal “remeh” seperti menjadi tempat curhat masyarakat dan santri-santrinya.
Sebutan Baginda yang dinisbatkan kepada Kiai Fauzi, konon sebagai bentuk penghormatan kepadanya lantaran memiliki kekeramatan. Banyak dari masyarakat, terutama pemuda-pemuda desa berguru ilmu kanuragan kepada Kiai Fauzi. Hal itu tidak lepas dari kerasnya tirakat yang dijalaninya. Kepada santrinya, Kiai Fauzi selalu berpesan agar senantiasa shalat berjamaah, tahajjud, duha dan berdzikir di sepertiga malam.
“Mon tak kellar keng tak terro, bismillah je kajeh (Kalau tidak kuat berarti tidak ingin, bismillah tahan),” ucapan Kiai Fauzi yang selalu dilontarkan kepada santrinya, agar mau dan mampu tirakat secara istikamah.
Fasilitas Gratis
Pesantren yang belum berumur dua tahun ini berkembang sangat pesat. Pemuda-pemuda desa yang dulunya sekadar ngaddam, kini membantu pesantren menjadi pengurus hingga tenaga pengajar. Asrama santri mulai dibangun. Fasilitas-fasilitas perlahan mulai dilengkapi, seperti kamar mandi, pagar pesantren putra dan putri, kantor pesantren, tiga lokal asrama santri putra dan dua lokal asrama santri putri, kamera CCTV, hingga aula pesantren. Sebagaimana pesantren berbasis Nahdlatul Ulama lainnya, asrama santri putri dan putra juga dipisah.
Menariknya, untuk santri yang kurang mampu, semua biaya di pesantren ini digratiskan. Makan, pesantren, bahkan pendidikan formal pun gratis. Semuanya ditanggung oleh Kiai Fauzi. Tentu sebagai bentuk pengabdian kepada agama.
Ketegasan Kiai Fauzi juga terpatri di pesantrennya. Di Ma’had Nurul Hasyimi, semua santri tanpa terkecuali harus belajar menghafal Al-Qur’an dan bahasa Arab. Bagi santri yang belum lancar membaca dan menulis, akan digodok terlebih dahulu baru diarahkan untuk mengahfal Al-Qur’an. Pelajaran-pelajaran seperti fiqih, tauhid, nahwu, sharraf dan akhlaq juga dipelajari di pesantren ini, sebagai pelajaran pendukung.