Majalahaula.id – Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (LESBUMI) NU Jawa Timur akan menggelar simposium sastra pesantren dengan tajuk “Merumuskan ulang sastra pesantren dalam konteks kekinian” pada 2-4 Desember 2022 di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Acara ini diikuti sedikitnya 50 peserta yang ahli dan khusus menekuni kesusastraan di pondok pesantren se-Jawa Timur. Juga menghadirkan 12 pemateri yang handal dan kompeten dari berbagai profesi dan perguruan tinggi.
Ketua Lesbumi NU Jawa Timur, Nonot Sukrasmono atau yang kerap dipanggil Ki Nonot menyampaikan, dalam jagat sastra modern belum dirumuskan sastra pesantren yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami keberadaan sastra yang berkembang dan berbasis di pesantren.
Termasuk dilaksanakan simposium ini, karena beberapa hal di antaranya, pesantren sangat dekat dengan sastra, sastra pesantren belum terumuskan dengan jelas dalam bingkai filsafat ilmu, baik dari segi ontology, epistemologi, aksiologi, dan lainnya.
Menurut Ki Nonot dibutuhkan batasan yang jelas terkait dengan sastra pesantren baik dari sisi kesuastraannya yang mencakup aspek objektif, ekspresif, mimesis dan pembaca, juga dari sisi religio-kulturalnya dalam diskursus sastra modern.
“Bahwa diskursus sastra pesantren tersebut penting di kalangan sastrawan dan pemerhati sastra di Indonesia,” ujarnya pada Kamis, 1/12/2022.
Ki Nonot memaparkan, terdapat beberapa pokok pikiran yang melandasi dipilihnya tema tersebut sehingga diadakan kegiatan simposium.
“Sastra pesantren di Indonesia potensial untuk berkembang dan mewarnai pentas sastra nasional, maraknya kegiatan sastra di berbagai pesantren perlu diimbangi dengan pergulatan diskursus sehingga karya-karya yang dihasilkan lebih berbobot dan khas, diperlukan rumusan tentang capaian sastra pesantren berbagai ahli dan kalangan,” jelasnya.
Sedangkan Wakil Ketua Bidang Sastra, Mashuri mengatakan, simposium ini salah satunya adalah untuk mengukur kesinambungan generasi dalam kehidupan sastra di pesantren. Sehingga diharapkan muncul bibit-bibit sastrawan baru dan karya-karya yang dapat berbicara di level yang lebih luas.
“Hasil dan tujuan diadakannya simposium ini adalah untuk merumuskan ulang gagasan sastra pesantren yang pernah ada dalam tradisi lama. Mengungkap perubahan-perubahan dalam sastra pesantren sesuai dengan semangat zaman, menyemarakkan wacana sastra di kalangan masyarakat,” ungkap Cak Huri sapaan akrab Masyhuri.
Cak Huri juga ingin lewat simposium sastra pesantren ini dapat mendorong terciptanya iklim kreatif yang dinamis dan inovatif, serta menciptakan ruang baru bagi para sastrawan, pemerhati dan masyarakat untuk meningkatkan intelektualitas sastra.*