Search

LP Ma’arif NU Pasuruan Gagas Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Majalahaula.id – Pengurus Cabang (PC) Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU Kabupaten Pasuruan menggagas konsep pendidikan berbasis kearifan lokal atau local wisdom.

Spirit tersebut diwujudkan dengan mengelar Seminar Formulasi Pendidikan Ideal Berbasis Local Wisdom yang dipusatkan di Gedung LP Ma’arif NU Kabupaten Pasuruan, Rabu (16/11/2022).

Begitupun menjelang Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Award 2022. LP Ma’arif harus menjalankan semua program kerja yang sudah dirancang.

Ketua LP Ma’arif NU Kabupaten Pasuruan Ahmad Farid mengatakan, pihaknya menginginkan formulasi sistem pendidikan yang baik untuk diterapkan di Kabupaten Pasuruan. Menurutnya, formulasi ini penting untuk merespons perubahan zaman yang ada.

“Perubahan yang terjadi saat ini merupakan dampak dari perkembangan IT, baik yang bersifat positif ataupun negatif,” ujarnya.

Baca Juga:  Bupati Tapanuli Selatan Hadiri Diklat Terpadu Dasar Ansor

Disebutkan, berdasarkan hasil penelitian PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang pemahaman keagamaan peserta didik, 50 persen cenderung memiliki pengalaman yang intoleran.

“Karena dampak dari perkembangan Ilmu Teknologi ini anak-anak jadi menerima apapun dari internet tanpa mampu memfilternya dengan baik,” ungkapnya.

Oleh karenanya, untuk mendidik anak-anak sekolah atau madrasah agar bisa eksis di zaman teknologi dengan tanpa menghilangkan budaya lokal, perlu memberikan pondasi nilai-nilai kebangsaan dan keaswajaan.

“Pondasi local wisdom yang akan dilaksanakan oleh LP Ma’arif NU bersama Pemerintah Kabupaten Pasuruan adalah memasukkan nilai-nilai keindonesiaan dan keaswajaan di sekolah dan madrasah,” jelasnya.

“Ruhnya pendidikan saat ini adalah pendidikan karakter, maka pendidikan karakter harus dikedepankan,” katanya.

Baca Juga:  PCNU Sumenep Jadikan Ranting sebagai Pusat Peringatan 1 Abad NU dan HSN

Di zaman teknologi saat ini, lanjutnya, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Bahkan, masing-masing generasi akan berbeda dalam penyebutannya, mulai dari pemuda kelahiran tahun 1946 hingga tahun 2011.

“Misalnya, baby boomers, generasi X, generasi milenial, generasi Y, hingga generasi Alpha. Dengan begitu, penyampaian ilmunya akan berbeda dan berubah. Maka, tugas kita sebagai pendidik adalah menyeimbangkan hal tersebut,” tandasnya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA