Ada hal yang memprihatinkan dari peredaran bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi selama ini. Karena dalam kenyataannya, penikmat subsidi tersebut ternyata kalangan mampu. Hal tersebut tentu saja menjadi beban negara dan tidak tepat sasaran. Karenanya perlu ada aturan baru yang lebih tegas.
Penegasan tersebut sebagaimana disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia atau ESDM ini. Bahwa dirinya mengatakan, BBM subsidi jenis Pertalite lebih banyak dinikmati orang mampu. Berdasarkan data Kementerian ESDM, sekitar 80 persen konsumen Pertalite adalah orang-orang mampu.
“60 persen masyarakat mampu mengkonsumsi hampir 80 persen Pertalite,” katanya di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (26/08/2022).
Menurutnya masyarakat mampu mengkonsumsi sekitar 33,3 liter Pertalite dalam satu bulan. Sedangkan yang tidak mampu hanya mengkonsumsi 17,1 liter per rumah tangga.
“Konsumsi Pertalite masyarakat mampu itu 33, 3 liter per rumah tangga per bulan. Sedangkan yang tidak mampu cuma 17,1 liter per rumah tangga per bulan. Ini data survei,” katanya menambahkan.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan hal yang sama. Ia menyebut anggaran subsidi energi sebesar Rp 502 triliun lebih banyak dinikmati orang kaya. Oleh sebab itu, kondisi tersebut hendaknya dapat segera dihentikan, atau dibuat aturan baru yang lebih berpihak kepada warga miskin.
“Dari Rp 502,4 triliun untuk Solar, yang menikmati paling banyak adalah 40 top rumah tangga tertinggi, orang-orang terkaya. Pertalite juga sama,” ungkap Sri Mulyani pada Kamis (25/08/2022).
Menurutnya 86 persen atau Rp80 triliun dari total Pertalite yang disubsidi, dinikmati oleh masyarakat kelas menengah atas. Subsidi Pertalite mencapai Rp 93 triliun.
Sebagian besar solar juga dinikmati orang kaya. Sri Mulyani menyebut 89 persen senilai Rp 127 triliun dinikmati orang mampu dan dunia usaha. Pemerintah sendiri mensubsidi solar sebesar Rp 143 triliun.
Demikian juga dengan Solar, dengan nilai subsidi mencapai Rp 143 triliun, ternyata dari catatan Kementerian Keuangan 89 persen atau sekira Rp 127 triliun dinikmati oleh dunia usaha dan orang kaya. (Ful)