Banyak sorotan disampaikan terkait rencana pemerintah yang hendak memberlakukan aturan bagi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ketua DPR Puan Maharani mengingatkan agar revisi peraturan terkait penggunaan Pertalite dikaji mendalam. Politikus PDI-P itu meminta, aturan terbaru yang salah satunya memuat soal bahan bakar minyak (BBM) subsidi, harus tepat sasaran.
Adapun pemerintah tengah menyusun revisi Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi tersebut memuat aturan terkait pembatasan pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar yang ditargetkan rampung pada Agustus 2022. Aturan itu akan berisi kriteria kendaraan yang nantinya dilarang menggunakan Pertalite dan Solar bersubsidi.
“Aturan mengenai Pertalite dan Solar bersubsidi yang sedang disusun Pemerintah harus menjamin bahwa subsidi BBM diberikan secara tepat sasaran,” kata Puan dalam keterangannya, Jumat (29/07/2022).
Puan menggarisbawahi soal tingginya konsumsi Pertalite pada triwulan I tahun 2022 yang melebihi kuota, sehingga menyebabkan kelangkaan jenis BBM itu di sejumlah daerah.
“Hal tersebut tidak boleh terjadi lagi karena merugikan masyarakat yang seharusnya berhak mendapatkan subsidi BBM,” ucapnya.
Puan mengatakan, konsumsi BBM bersubsidi yang melebihi kuota, memunculkan dugaan sejumlah pihak tentang adanya perubahan pola konsumsi dan BBM kadar oktan atau research octane (RON) 92 jenis Pertamax ke Pertalite. Hal ini ditandai dengan kendaraan yang seharusnya tidak mendapatkan BBM bersubsidi, kini banyak beralih menggunakan Pertalite karena kenaikan harga minyak dunia buntut konflik global.
“Pemberian subsidi di tengah ancaman krisis global harus dilakukan secara cermat agar BBM bersubsidi tepat sasaran dan berdasarkan asas keadilan,” jelas dia.
“Memang harus ada intervensi dari pemerintah agar masyarakat kelas menengah ke bawah dipastikan memperoleh haknya mendapatkan BBM bersubsidi,” imbuh Puan.
DPR, lanjut Puan, juga meminta kesadaran masyarakat menengah ke atas agar menggunakan BBM non-subsidi. Ketika kendaraan yang masuk kategori mewah menggunakan BBM subsidi, Puan menilai mereka telah mengambil hak masyarakat kelas menengah ke bawah. (Ful)