Keberhasilan Fatayat Jawa Timur menggelar Fatayat NU Jatim Award tahun 2020 silam patut diacungi jempol. Pasalnya, dengan penyelenggaraan itu Badan Otonom ini selain bisa melakukan penilain mana Pengurus Cabang (PC) terbaik sekaligus mendapatkan data base organisasi. Kesemuanya itu didapatkan karena Fatayat sudah menggunakan mekanisme yang mereka beri nama Ajang Potensi Fatayat (ASIFA).
Ketua Pengurus Wilayah (PW) Fatayat Jatim, Dewi Winarti mengatakan ASIFA digelar dengan melalui beberapa tahapan penilaian. “Setidaknya ada 3 tahapan yang kita jalankan, yakni pengisian data melalui aplikasi yang kebetulan aplikasinya kita beri nama sama yakni ASIFA. Kedua tahapan visitasi atau cek langsung lapangan dan ketiga penjurian oleh para ahli bagi 13 cabang terbaik,” ungkap Dewi.
Tahapan Pertama, Pengisian Kelengkapan Dokumen dan Administratif
Dewi menjelaskan, Fatayat Jatim telah membuat sistem aplikasi untuk proses assessment awal terhadap Pengurus Cabang. “Lebih menyangkut pada kelengkapan dokumen dan administratif,” tukasnya. Sistem aplikasi sudah disiapkan secara online dimana pengurus cabang diberi rentang waktu untuk mengisi terlebih dahulu. “Hal ini untuk memastikan penilaian kelengkapan dokumen administraf sebelum dilakukan uji lapangan alias visitasi,” ujar ibu 3 anak ini.
Yang menarik, tim dari PW tidak hanya menilai tapi juga melakukan proses pendampingan ke cabang dalam proses pengisian dokumen administratif ini. “Kami lokalisasi di setiap 8 sampai 9 cabang ada 1 tim Koordinator Daerah atau korda. Tim Korda terdiri atas ketua dan sekretaris yang mendampingi PC dalam pengisian aplikasi,“ ungkap Dewi.
Menurut Dewi, pendampingan tersebut dimaksudkan memastikan sistem aplikasi bisa diakses dengan baik, terdokumentasi dengan baik dan dokumen-dokumen yang masuk bisa kita ukur,” ujar perempuan kelahiran Surabaya ini.
Dewi mengaku, pihaknya merasa harus memastikan aplikasi ini dipakai bisa digunakan karena harapannya agar data yang masuk bisa dijadikan data base. “Kalau kertas kan bisa rusak atau hilang, dan tidak ramah lingkungan,” tukasnya.
Dengan demikian dengan diselenggarakannya ASIFA, PW Fatayat NU Jatim memperoleh data yang akurat tentang struktur di dalamnya. “Misal di PC A itu berapa Pengurus Anak Cabangnya, Rantingnya juga siapa ketuanya kita ada semua datanya lengkap,” jelasnya.
Tahapan Kedua, Visitasi
Di tahapan ini Tim dari PW akan turun ke lapangan melihat langsung ke PC yang dimaksud. “Teman-teman yang turun lapangan tentu dibekali dengan dokumen yang telah diisi di aplikasi sebelumnya. Sehingga mereka sekaligus bisa melihat langsung kebenaran dokumen yang diisi,” terang Dewi. Terkait personel tim penguji, diberlakukan sistem silang dengan proses pendampingan sebelumnya. “Jika seorang anggota tim penilai yang mendampingi kota A, makai ia tidak diperbolehkan visitasi ke kota A. Ini untuk menjaga agar tidak ada bias atau keberpihakan dan menjaga akuntabilitas,” jelas Dewi.
Dewi menerangkan, dalam visitasi penilaian dititikberatkan pada performa. Kalau di tahapan pertama tolok ukur pada administrasi dokumen, maka tahap visitasi tolok ukurnta pada performa PC. “Bagaimana daerah atau PC mampu menunjukkan kinerjanya terutama program unggulannya,” katanya.
Tim akan menguji bagaimana cabang mampu membaca potensi dirinya yang ditindaklanjuti menjadi program unggulan. “Kami minta cabang tunjukkkan performa terbaik. Apa ukuran performa itu ukurannya sangat varian tapi yang paling maksimal adalah ketika program itu bisa dirasakan manfaatnya banyak orang. Program itu apa benar-benar bisa dirasakan masyarakat. Misal program berjalan dengan baik tapi hanya seputar pengurus ya buat apa? Tentu beda nilainya jika program itu sudah bersifat memberikan manfaat buat masyarakat luas,” terangnya.
Selain kebermanfaatan untuk umat, nilai lebih lain adalah bagaimana cabang melakukan kolaborasi dan kerjasama dengan pihak luar sekaligus bagaimana cabang menggerakkan struktur di dalamnya. “Bagi Cabang yang berhasil memperlihatkan sinergi ke luar sekaligus kokoh menggerakkan strukturnya sendiri tentu akan mendapat poin besar,” katanya
Tahapan Ketiga, Penilaian Ahli
Memasuki tahapan terakhir adalah memilih 13 terbaik dari 2 tahap yang sudah dilalui sebelumnya. “Ke 13 cabang terpilih akan didatangkan ke Surabaya untuk menjalani uji publik oleh para ahli,” kata Dewi. Ada 4 juri yang akan menilai terdiri atas akademisi yang akan menguji metodologi bagaimana PC mengembangkan komunitas, juri komunitas CSO yang biasa melakukan pendampingan, juri dari PWNU Jatim untuk menilai ASWAJA program PC apakah punya ruh dalam pengembangan nilai-nilai ASWAJA dan terakhir juri Ketua Fatayat yang menilai secara struktur organisasi dan pengembangannya.
“Mereka presentasi para ahli boleh tanya sesuai kapasitas dan mereka harus menjawabnya. Biasanya mereka membawa produk-produk unggulan untuk menunjukkan langsung seperti apa produk unggulannya dan bagaimana manfaatnya untuk umat,” jelas Dewi.
Yang khas dari Fatayat yang memang konsern dalam isu perempuan dan anak, maka penilaian juga mengukur berapa persen yang bisa dirasakan untuk perempuan dan anak-anak. “Program PC akan mendapat poin lebih bila menyentuh ke perempuan dan anak,” pungkasnya.(Vin)