Empat santri Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Kabupaten Mojokerto berhasil lolos beasiswa kuliah di Maroko. Beasiswa tersebut merupakan program yang difasilitasi Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI).
Keempat santri itu adalah Navhat Nuraniyah asal Mojokerto, Muhammad Ali Maulana asal Lamongan, Ghozali Iqbal asal Sragen dan Naufal Zaky Farros asal Gresik.
Para siswa Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) Amanatul Ummah itu dinyatakan lolos setelah mengikuti tes di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya.
“Terima kasih kepada semua ustadz dan ustadzah di MBI Amanatul Ummah yang telah membimbing saya hingga berhasil meraih beasiswa Maroko 2022. Semoga ilmu saya dapat bermanfaat di dunia dan akhirat,” ujar Ghozali Iqbal Sabtu (09/07/2022) malam.
Sementara Muhammad Ali Maulana menyampaikan, dirinya akan mengambil program studi antara lughoh wal adab dan dirasat islamiyyah. Menurutnya bahasa Arab merupakan kunci ilmu agama.
“Saya sendiri tertarik memahami dan mempelajari secara mendalam tentang linguistik dan teks-teks Arab serta kritis sastra. Sedangkan kalau di dirasat islamiyyah saya sendiri ingin menguasai ilmu agama secara keseluruhan sambil mencari minat keilmuan yang ingin saya dalami,” ujarnya.
Maulana berharap ilmunya nanti dapat memberikan manfaat bagi pondok, bangsa dan rakyat Indonesia.
Navhat Nuraniyah menuturkan, dirinya memilih Maroko untuk menjadi tempat belajar karena merupakan salah satu negara primadona untuk menempuh pendidikan jenjang kuliah bagi mahasiswa yang akan melanjutkan kuliah di Timur Tengah.
“Ini dibuktikan dengan jumlah pendaftar sejumlah lebih dari 2000. Saya menganggap Maroko adalah negara yang tepat untuk menyelaraskan ilmu agama dan ilmu umum. Karena dibalik majunya negara maroko, negara ini masih melestarikan budaya Islam. Seperti mengadakan pengajian di masjid,” terangnya.
Disebutkan, di sana juga tempat bercampurnya dua budaya, yaitu Barat dan Arab. Sehingga di sana ia berharap dapat mengembangkan pola pikirnya dan bisa memahami kedua budaya tersebut secara bersamaan. Supaya bisa menjadi sosok yang intelektual, professional, tidak ketinggalan zaman, tidak kebarat baratan juga tidak kearab-araban.
“Akan tetapi sosok intelektual yang moderat karena dapat memahami kedua budaya tersebut,” pungkasnya.