Search

Izin Dicabut, Kemensos Minta Sumbangan Tak Disalurkan ke ACT

Mensos Ad Interim Muhadjir Effendy. (Foto: RRI)

Mensos Ad Interim Muhadjir Effendi mencabut izin penyelenggaraan PUB Yayasan ACT per 5 Juli. Pencabutan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022.

Pelanggaran ACT salah satunya terkait pengambilan donasi sebesar 13,5 persen. Hal itu dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan

Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.

Karena izin sudah dicabut, Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Raden Rasman meminta masyarakat tak lagi menyalurkan sumbangan dalam bentuk apapun kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Baca Juga:  Bareskrim Minta Semua Promosi ACT di Medsos Di-Take Down

Larangan dikeluarkan setelah Kemensos secara resmi mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT Tahun 2022, terkait dugaan pelanggaran peraturan pihak Yayasan. Pencabutan izin ini berlaku secara nasional.
“Karena izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan kepada ACT berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 520/HUK-PS/2022 telah dicabut,” ujar Rasman dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (06/07/2022).

Di bagian lain, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan transaksi keuangan antara Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan jaringan terorisme Al-Qaeda. PPATK pun kini memblokir 60 rekening lembaga filantropi itu di 33 bank.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, transaksi keuangan dilakukan oleh pengurus ACT ke rekening yang diduga milik jaringan terorisme Al-Qaeda. Menurutnya, transaksi keuangan itu dilakukan ke negara-negara berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme.

Baca Juga:  Erick Thohir: Rasio Utang BUMN Turun Jadi 35 Persen

“Jadi beberapa transaksi dilakukan secara individual oleh para pengurus. Kemudian ada juga salah satu karyawan yang melakukan selama periode dua tahun melakukan transaksi ke pengiriman dana ke negara-negara beresiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme,” kata Ivan dalam konferensi pers.

Dalam periode 2018-2019, kata Ivan, pihaknya menemukan setidaknya ada 17 kali transaksi yang dilakukan dengan total nilai mencapai Rp1,7 miliar. Beberapa negara tujuan transaksi keuangan itu seperti Turki, Bosnia, Albania dan India. Transaksi tersebut diduga dilakukan pihak ACT secara langsung maupun tidak langsung menuju rekening yang bersangkutan.

Sementara berdasarkan kajian dan koordinasi yang telah dilakukan PPATK, penerima aliran dana itu diduga salah satu pihak yang pernah ditangkap oleh Kepolisian Turki karena diduga terkait dengan jaringan Al-Qaeda. “Ini masih diduga, ya, patut diduga terindikasi yang bersangkutan menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al-Qaeda,” ujarnya.

Baca Juga:  KDRT Bukan Aib, Jangan Ditutupi

Kendati demikian, Ivan mengatakan temuan tersebut masih perlu didalami lebih lanjut oleh PPATK, apakah transaksi itu memang murni tanpa tujuan terorisme atau bukan. “Selain itu juga ada yang lain, yang secara tidak langsung terkait dengan aktivitas-aktivitas yang memang patut diduga melanggar ketentuan perundang-undangan,” katanya.

NF

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA