Keputusan Pengadilan Negeri Surabaya yang mengabulkan permohonan izin menikah pasangan yang berbeda agama menuai kontroversi. Ada yang sepakat, tapi pihak yang menolak dan memprotes lebih banyak. Bahkan, sebagian pihak akan mengadukan dan menggugat PN Surabaya ke instansi terkait terkait penetapan tersebut.
Pihak yang akan mengadukan PN Surabaya di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, Deding Ishak, mengatakan, MUI akan melaporkan hakim PN Surabaya yang menetapkan izin pernikahan beda agama ke Komisi Yudisial (KY). MUI juga akan mengadukan itu ke Mahkamah Agung (MA) agar dievaluasi.
Deding menuturkan, keputusan hakim tersebut bertentangan dan menyimpang secara substansial dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam undang-undang tersebut, kata Deding, sudah jelas bahwa sahnya perkawinan adalah harus sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
“Pasal 1 itu jelas, ya. Artinya, pelaksanaan perkawinan itu harus sesuai dengan norma, syariat agama, dalam hal ini adalah Islam,” ujarnya dikutip dari VIVA.co.id, Jumat (24/06/2022).
Untuk itu, ia menegaskan bahwa tidak ada istilah kawin campuran yang berbeda agama. Deding memberikan contoh, seorang perempuan muslimah yang menikah dengan ‘bule’ maka dia harus sama agamanya karena harus mengikuti undang-undang.
Tidak hanya MUI. Ada juga pihak yang menggugat PN Surabaya terkait penetapan pernikahan beda agama yang diajukan pasangan berinisial RA yang beragama Islam dan EDS yang beragaman Kristen. Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, gugatan itu didaftarkan 23 Juni 2022, dengan nomor perkara 658/Pdt.G/2022/PN Sby.
Gugatan itu dilayangkan oleh empat orang bernama M Ali Muchtar, Tabah Ali Susanto, Ahmah Khoirul Gufron dan Shodiku. Tidak dijelaskan tiga penggugat itu atasnama perorangan atau mewakili lembaga. Adapun tergugat tunggalnya ialah PN Surabaya. Sementara turut tergugat ialah MA, Dispendukcapik Kota Surabaya, MUI, Persekutuan Gereja Indonesia, Pondok Pesantren Al Anwar Sarang dan Pondok Pesantren Al Qur’an (pimpinan Gus Baha).
Menanggapi itu, Wakil Humas PN Surabaya Gede Agung mengatakan pihaknya memahami jika putusan mengabulkan permohonan pernikahan beda agama yang dilakukan pihaknya beberapa waktu lalu menimbulkan reaksi publik.
Namun, kata dia yang harus diingat publik, hakim PN Surabaya yang memeriksa dan menetapkan perkara itu telah memiliki pertimbangan yang sesuai dengan atutan serta Undang-undang yang berlaku.
“Kami paham saja kalau ada reaksi semacam itu. Tapi Pertimbangan hakim yang memeriksa itu kan ada acuannya. Selama dalam proses pemeriksaan mengacu pada ketentuan yang mengatur baik UU Perkawinan, UU Adminduk, dari pertimbangan itulah hakim akhrinya menetapkan mengizinkan pemohon untuk mencatatkan perkawinannya,” kata Gede.
NF