Search

Respons Sejuk MUI Jatim soal PN Izinkan Pernikahan Beda Agama

Rapat Komisi Fatwa MUI Jatim menanggapi heboh pernikahan beda agama. (Foto: Infokom MUI Jatim)

Dewasa ini masyarakat dihebohkan dengan fenomena pernikahan beda agama yang diizinkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Hal tersebut menuai perhatian dari berbagai pihak. Merespons hal ini, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menggelar sidang dan memunculkan beberapa sikap Komisi Fatwa MUI Jawa Timur.

KH Sholihin, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Timur mengatakan bahwa PN Surabaya tidak mengesahkan pernikahan beda agama namun hanya memberikan izin. “PN Surabaya tidak mengesahkan hanya mengizinkan dengan dasar UU No 1 tahun 1974 tidak ada larangan,” katanya, Kamis (23/06/2022).

Selain itu, Kiai Sholihin mengungkapkan bahwa stigma yang berkembang saat ini jika pernikahan agama tidak dilegalkan maka akan mengakibatkan kumpul kebo.

Baca Juga:  Groundbreaking Kantor MUI Jatim, Bangun Peradaban dan Kebangkitan Islam

“Ini adalah masalah prasangka, bisa iya bisa tidak. Tapi sementara orang yang melakukan pernikahan beda agama pasti melanggar ajaran agama. Maka sesuatu yang masih prasangka tidak bisa mengalahkan hal yang sudah pasti,” ungkapnya.

Sikap Komisi Fatwa MUI Jawa Timur terhadap pernikahan deda agama:

  1. Mengacu pada Fatwa MUI 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang perkawinan beda agama, UU No 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum Islam maka Komisi Fatwa MUI Jawa Timur menolak perkawinan beda agama karena hukumnya haram dan tidak sah.
  2. Pernikahan tidak hanya sebatas hubungan antar personal dan muamalah, namun ada unsur ubudiyah atau manifestasi ketaatan seorang hamba kepada tuhannya. Sedangkan Islam melarang pernikahan beda agama. Dengan demikian jika pernikahan beda agama dilegalkan maka secara otomatis mendorong seseorang menyalahi ajaran agamanya dan ini bertentangan dengan UU 1945 Pasal 29 ayat 2.
  3. Larangan pernikahan beda agama dalam Islam sebenarnya bukan untuk mendiskriminasikan agama lain, namun sebagai bentuk menjaga kemaslahatan dan proteksi atau perlindungan terhadap salah satu tujuan syariat yaitu hifz ad-din artinya legalisasi pernikahan beda agama adalah bentuk mafsadah atau hal negatif yang harus dihindari sebagaimana kaidah fiqh, yaitu dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih.
Baca Juga:  KPK Tahan 4 Tersangka Kasus Korupsi Penyaluran Dana Koperasi dan UMKM

NF

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA