Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan kebijakan nasional ekonomi digital sangat luas, yang di dalamnya mencakup pengaturan data, marketplace, dan sebagainya.
“Tapi, yang akan kita percepat itu mengenai revisi Permendag 50/2020 tentang perdagangan secara elektronik,” kata Menteri Teten, Kamis (16/6/2022).
Oleh karena itu, kata MenKopUKM, pihaknya mengundang seluruh stakeholder agar dapat memberikan masukan dan usulan terkait perubahan Permendag tersebut.
“Sehingga, nantinya, Permendag itu betul-betul dan sesuai dengan kebutuhan kita,” kata Menteri Teten.
Hanya saja, Menteri Teten menegaskan bahwa langkah untuk melindungi produk dalam negeri dan UMKM harus tetap menjadikan Indonesia sebagai tempat yang atraktif bagi investasi asing.
“Kita juga bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor playing field yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM,” kata MenKopUKM.
Dengan begitu, Menteri Teten berharap pasar ekonomi digital di Indonesia yang diprediksi nilainya pada 2030 mencapai Rp5.400 triliun bisa sebesar-besarnya dinikmati produk dalam negeri dan UMKM.
Menteri Teten menjabarkan, ada beberapa hal yang akan diatur. Diantaranya, mengenai Predatory Pricing yang sekarang banyak dilakukan e-commerce, termasuk Cross Border, yang berdampak pada produk UMKM tidak bisa bersaing.
“Predatory pricing itu bisa membunuh produk dalam negeri dan UMKM. Dan itu sudah tidak masuk akal. Dimana ada kekuatan ekonomi besar yang bakar uang yang bisa membunuh UMKM,” kata MenKopUKM.
Hal lainnya adalah yang menyangkut ritel online (produk impor). “Kita ingin mereka harus impor barang dulu ke Indonesia secara konvensional, baru boleh jualan produknya di Indonesia,” kata Menteri Teten.
Selain itu, Menteri Teten juga ingin perubahan itu mengarah pada posisi dan peran e-commerce cukup sebagai penyedia plattform, bukan sekaligus jualan produknya sendiri atau produk dari perusahaan afiliasinya.
“Saya ditugaskan Presiden untuk mengkoordinasikan ini, karena ini juga menyangkut kementerian lain, seperti Mendag, Menkominfo, dan Menkeu terkait pajak dan pabean,” kata Menteri Teten.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Ecommerce Indonesia (idEA) Bima Laga menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan masukan yang komprehensif agar revisi Permendag 50/2020 ini bisa menciptakan ekosistem dan iklim yang membuat pasar bersaing secara sehat.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah berharap revisi Permendag 50/2020 ini bisa segera terealisasi, karena sudah lama pihaknya meminta perlakuan yang sama antara online dan offline (ritel).
“Selain itu, perdagangan online itu belum banyak diatur. Sementara di ritel, kita ada kewajiban 80% produk kami harus lokal,” kata Budihardjo.