Komisi E DPRD Jatim terus bergerak setelah disahkannya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Fasilitasi Pengembangan Pondok Pesantren menjadi Peraturan Daerah (Perda). Komisi E DPRD Jawa Timur langsung meminta masukan kepada pesantren untuk selanjutnya diaplikasikan, demi memenuhi amanah perda tersebut.
Bertempat di Pondok Pesantren Bahrul Maufiroh Kabupaten Malang, Komisi E mengundang perwakilan pondok pesantren se Malang Raya dan tim One Pesantren One Produk atau OPOP, Kamis (09/06/2022).
“Ada 5 orientasi tebentuknya Perda Fasilitasi Pengembangan Pondok Pesantren,” kata Wakil Ketua Komisi E, Hikmah Bafaqih.
Kelima aspek tersebut yakni, penguatan ekonomi, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan anak, pelestarian lingkungan dan pengurangan risiko bencana. Untuk saat ini, aspek ekonomilah yang masih tersentuh oleh program khusus Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk pesantren, dengan adanya OPOP.
“Amanah perda kita tadi yang 5 itu, aspek yang lain masih belum digarap, baru ngomong pemberdayaan ekonomi dengan dengan OPOP, itu pun menurut kacamata lain, perlu dikembangkan. Dalam perjalanannya, sudah bagus program ini, yang intinya (jalan) ke tiga spektrum utama, pesantren preneur, santripreneur dan sosiopreneur,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, politisi PKB ini berpendapat, penguatan anggaran dalam menjalankan program OPOP masih perlu penambahan, agar program yang sering disosialisasikan Gubernur Khofifah ini dapat dimaksimalkan. Sebab, anggaran yang sudah dicanangkan masih terbilang minim.
“Ada penguatan anggaran, ini masih 3 milyar hibahnya untuk 150 pesantren tadi. Terus 750 yang sudah masuk OPOP itu dilatih manajerialnya dengan anggaran yang berbeda di Dinas Koperasi UKM,” tuturnya.
Sebetulnya, lanjut Hikmah, dalam menjalankan lima orientasi perda tersebut, Pemprov Jatim tidak perlu melakukan penambahan anggaran khusus. Banyak program Pemprov Jatim yang sebetulnya mencakup ke lima aspek amanah perda tersebut. Tinggal selanjutnya dikolaborasikan dalam pengembangan pondok pesantren.
“Setiap OPD ada, tinggal sasaran tembaknya saja,” ujarnya.
Ketua Perempuan Bangsa Jatim ini menuturkan, Jatim sendiri memiliki ribuan pesantren. Kebutuhan dari pesantren pun harus terafirmasi dengan baik. Sebab, rata-rata yang berada dalam dunia pesartren adalah warga negara dari golongan menengan ke bawah. Dengan memberikan fasilitas, dalam pemberdayaan pesantren, maka akan banyak aspek domino yang akan terjadi, dan ini sangat membantu meringankan beban yang ditanggung pemerintah.
“Yang di pesantren itu yang jelas banyak warga miskin. Kalau mereka direspons kebutuhannya, itu mengentaskan banyak hal,” terang dia.
Lebih lanjut dikemukakan, kalau anak miskin yang belajar di pesantren menjadi santriprenue, mereka tidak mungkin menjadi beban negara begitu lulus. Kalau mereka sejak menjadi santri sudah dipastikan sehat, kalau jadi ibu nanti tidak melahirkan bayi stunting.
“Bayangkan berapa penghematan negara dari aspek itu,” tegasnya.
Langkah selanjutnya, pihaknya akan terus melakukan monitoring ke beberapa OPD untuk memenuhi 5 amanah Perda yang baru disahkan pada Senin, 6 Juni itu.
“Agar kemudian amanah dari perda pesantren ada wujudnya. Kita tidak mau perda tersebut hanya menjadi macan kertas,” tegas dia.