Pesantren Mambaul Ulum Jembrana Bali, berdiri pada 11 Agustus 1930 yang dirintis oleh KHR. Ahmad al- Hadi. Pada saat ini Pondok Pesantren Manba’ul Ulum berada di bawah naungan Yayasan Madani yang berdiri pada tahun 1980. Selain Pondok Pesantren Manba’ul Ulum, Yayasan Madani ini juga menaungi Pondok Pesantren Darul Ulum dan Nuriz.
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum sendiri memiliki beberapa lembaga pendidikan yang diantaranya adalah Madarasah Tsanawiyah (MTs), Madarasah Aliyah (MA), Tahfidz Al-Qur’an, Play Group. Pesantren Mambaul Ulum juga memiliki fasilitas sebagai sarana penunjang kegiatan pendidikan, antara lain pondok, laboratorium komputer, perpustakaan, gedung olahraga dan fasilitas penunjang lainnya.
Sedangkan kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren ini sejak adanya SKB 3 Menteri, dirancang lebih terbuka dengan mengakomodir mata pelajaran ilmu pengetahuan umum.
Dengan cara biasa pembelajaran yang dilaksanakan di madrasah ini sedang mempraktikkan pembelajaran salafiyah. Ada pula tata cara pengajarannya memakai system bandongan. Yang mana esoknya santri berikan arti buku dengan bahasa Melayu pegon.
Tertua di Bali
Pertama-tama, KHR. Ahmad al- Hadi diperintahkan untuk menemui seorang santri yang bernama Tuan Guru Haji (TGH) Muhammad di Loloan Timur, Jembrana. Dalam sejarah syiar Islam, TGH Muhammad termasuk seorang perintis dakwah di Bali. Tempatnya mengajar adalah Masjid Baitul Qadim, yang tidak lain masjid tertua di seluruh Jembrana. Kelak, di sanalah KH Ahmad al-Hadi mendirikan madrasah pertamanya.
Setelah bertemu dengan TGH Muhammad di Bali, KH. Ahmad al-Hadi menyampaikan salam Saikhona Kholil Bangkalan kepadanya. Setelah menjawab salam tersebut, ulama asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu pun bersyukur. Sebab, gurunya telah mengirimkan seorang pengganti untuk meneruskan dakwah Islam di Bali. Apalagi, pada saat itu mubaligh yang lama berkiprah di Jembrana itu sedang sakit.
Setelah pertemuan itu, KH. Ahmad al-Hadi bersama dengan Datuk Hasan berpamitan untuk pulang. Datuk Hasan sangat kagum akan kealiman sosok yang diutus Kiai Kholil tersebut. Kepada dialah, pedagang Muslim ini mempercayakan pendidikan anak-anaknya. Mereka pun menjadi santri pertama KH. Ahmad al-Hadi di Bali.
TGH Muhammad meninggal dunia. Bersama kaum Muslimin setempat, Datuk Hasan meminta KH. Ahmad al-Hadi untuk menggantikan posisi almarhum sebagai pemuka Muslim Jembrana. Sejak itulah, beliau kemudian menetap di Kampung Timur Sungai, wilayah setempat, untuk mengajarkan ilmu agama. Pada mulanya, aktivitas dakwahnya dipusatkan di Masjid Bait al-Qadim.
Datuk Hasan memandangnya seperti anak sendiri. Segala kebutuhan hidup KH. Ahmad al-Hadi pun disokong sepenuhnya. Murid Syaikhona Kholil itu sudah menjadi bagian dari penduduk Loloan yang mayoritasnya bersuku Bugis-Melayu.
Setelah setahun bermukim di Kampung Timur Sungai, KH. Ahmad al-Hadi dapat mendirikan pondok pesantren. Lembaga itu kini telah berkembang menjadi Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Pondok Pesantren Manba’ul Ulum menjadi pesantren tertua se-Pulau Bali. Berdiri sejak 11 Agustus 1930, institusi ini memiliki hubungan erat dengan masyarakat Muslim di Bali, khususnya Loloan Timur dan Kabupaten Jembrana.