Search

Pemerintah Daerah Diminta Kembangkan Moderasi Beragama

SEMARANG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng mengharapkan pengembangan moderasi beragama dilaksanakan secara simultan tidak hanya oleh Kementerian Agama, melainkan juga dengan melibatkan kementerian lainnya.

‘’Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten se-Indonesia lebih proaktif mengembangkan moderasi beragama, utamanya dalam menyasar para dosen agama di perguruan tinggi umum dan guru agama di sekolah pada semua tingkatan,’’ kata Sekretaris Umum MUI Jateng Drs KH Muhyiddin MAg yang membacakan rekomendasi Halaqah Ulama “Moderasi Beragama Sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa”, Selasa (31/5/2022).

Halaqah dan halal bihalal yang berlangsung selama dua hari di Hotel Metro Park View, Jalan KHA Agus Salim, Johar, Semarang, dibuka Kepala Kanwil Kementerian Agama Jateng H Musta’in Ahmad.

Sebagai pembicara Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Hukum dan Hak Azasi Manusia Prof Dr KH Abu Rokhmad MAg, Mantan Gubernur dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Drs KH Ali Mufiz MPA dan Direktur Walisongo Mediation Centre UIN Walisongo Prof Dr H Musahadi MAg. Diikuti para pengurus MUI Kabupaten/Kota se-Jateng.

Baca Juga:  Ketum Pagar Nusa Libatkan 7 Artis sebagai Duta

MUI merekomendasikan agar moderasi beragama menjadi masa depan beragama, khususnya Islam untuk menjawab konteks sosial Indonesia yang beragam dan dunia internasional yang sangat majemuk. Umat Islam secara historis telah nyata memberikan sumbangan moderasi beragama kepada Indonesia. Hal itu hendaknya dilestarikan dan dikembangkan. Paradigma Islam wasathiyah MUI 2015 hendaknya menjadi pijakan umat Islam dalam mendukung dan menjabarkan program moderasi beragama Pemerintah.

‘’Pentingnya menanamkan kesadaran berhusnudzdzon di kalangan umat beragama khususnya umat Islam bahwa kebijakan pemerintah dalam pengembangan moderasi beragama di Indonesia adalah demi kemaslahatan bersama untuk memastikan tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia,’’ katanya.

Cenderung Menurun

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo saat menutup halalbihalal dan halaqah ulama mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 di Jawa Tengah cenderung menurun. Menurutnya, Jateng sudah dalam kapasitas endemi, namun belulm disertai dengan ketegasan atau pernyataan dari pemerintah.

Baca Juga:  Unwahas Tambah Doktor Baru Lagi, Khoirul Anwar Lulus Cumlaude

Ganjar mengatakan, data Covid-19 menunjukkan tren yang baik. ‘’Imbas dari penerapan protokol kesehatan membuat kesadaran masyarakat akan kesehatan meningkat. Ketika mengalami gajala, maka seorang langsung mengenakan masker dan sering mencuci tangan,’’ kata Ganjar.

Menurut gubernur, berkat bantuan para ulama penanganan Covid-19 berjalan lancar. ‘’Ini bisa karena ulama terlibat. Kita minta orang ibadah di rumah, maka ketika ada statement dari ulama itu bisa,” katanya. Selanjutnya, Ganjar memaparkan kerja sama bersama ulama dalam pengentasan kemiskinan dan usaha produktif bersama Baznas Jateng.

Mantan Gubernur Jateng Ali Mufiz mengatakan, hak asasi agama, apakah agama punya hak hidup di Indonesia? Kalau tidak punya hak hidup, pembicaraan ini selesai. Kedua, apakah kehidupan agama berada di ranah privat atau publik? Di China, agama bersifat privat. Jadi, di sana tidak ada pengajian akbar dan sebagainya.

‘’Ketika bicara hak asasi agama, maka hak hidupnya bukan hanya ranah privat, tapi di ranah publik. Jika masalah prinsip disepekati, maka turunanya adalah pemeluk agama boleh menyatakan keyakinannya; bolehkan melakukan pengamalan, bolehkah melakukan pengajaran, atau bolehkan mengembangkan dakwah misalnya membangun rumah sakit dan mempertahankan diri,’’ katanya.

Baca Juga:  Ketua PWNU Jabar: Jika Melihat Orang Hebat, Tiru Prosesnya

Menurutnya kalau bicara agama, semestinya pengembangan agama tidak ada batasnya. Penganut agama juga berhak mempertahankan diri atas berbagai alasan apapun. Staf Ahli Menag Bidang Hukum dan HAM Abu Rokhmad mengatakan, Indonesia merupakan negara multikultur terbesar di dunia selain Amerika Serikat dan India. Secara horizontal, kebinekaan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan etnis, agama, makanan, pakaian, bahasa daerah dan budaya, sedangkan secara vertikal, kebinekaan bangsa Indonesia dapat dilihat dari perbedaan tingkat sosial budaya, ekonomi dan pendidikan.

‘’Moderasi beragama merupakan sikap yang seimbang antara pengalaman agama sendiri dan penghormatan kepada parktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan. Keseimbangan dalam beragama akan menghindarkan dari sikap ekstrim yang berlebihan, fanatik, atau sikap revolusioner dalam beragama,’’ katanya.

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA