Search

Perginya Tokoh yang Berani Ingatkan Jokowi

Kepergian Ahmad Syafii Maarif meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Sosoknya begitu dihormati oleh para tokoh bangsa. Pemikirannya banyak dijadikan pertimbangan para pemimpin dalam mengambil keputusan-keputusan besar, tak terkecuali di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Buya pernah ditunjuk untuk menjadi tim independen pencari fakta guna menyelesaikan konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain Buya, ada 8 tokoh lainnya. Buya Syafii diamanatkan menjadi ketua tim. Sementara, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menjadi wakil ketua, dan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menjadi sekretaris. Tim independen itu dibentuk untuk meredakan ketegangan di masyarakat menyikapi penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK.

Baca Juga:  Akun Youtube DPR RI Diretas Live Judi Online

Sekadar kilas balik, awal Januari 2015, Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Namun, 3 hari setelahnya tepatnya 13 Januari 2015, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. KPK menduga, ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar di rekening Budi Gunawan.

Atas penetapannya sebagai tersangka, BG, begitu sapaan akrab Budi, mengajukan gugatan praperadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kala itu mengabulkan gugatan Budi Gunawan dan menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. Saat itu, hakim menyatakan bahwa KPK tak punya kewenangan untuk mengusut kasus yang menjerat Budi Gunawan.

Situasi politik pun memanas. Atas polemik ini, Jokowi akhirnya menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Geram ke Jokowi Sebagai pimpinan tim independen dalam perkara ini, Buya Syafii sempat geram pada Jokowi. Buya menilai, Jokowi terkesan ragu dalam memutus nasib Budi Gunawan. Padahal, tim independen sebelumnya telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Jokowi terkait kisruh KPK dengan Polri. Namun demikian, Jokowi tak kunjung mengambil sikap untuk segera menyelesaikannya.

Baca Juga:  Dorong Gelar Pahlawan Nasional

“Jokowi terlalu lambat. Semua opsi sudah kami berikan, dan setiap opsi pasti memiliki risiko,” katanya di Kantor Maarif Institute, Jakarta, 17 Februari 2015.

Kepergian Buya adalah duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Dirinya dikenal sebagai sosok yang memiliki integritas tinggi dan rela mengingatkan Jokowi meski memiliki hal prerogatif. Selamat jalan Buya.

NF

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA