Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengapresiasi pembatalan proyek pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR RI senilai Rp 43,5 miliar. Namun demikian, menurut Formappi, keputusan itu seharusnya diikuti oleh pembatalan proyek-proyek lain di DPR yang tak seberapa penting.
“Jika semangat efisiensi yang menjadi landasan keputusan BURT (Badan Urusan Rumah Tangga DPR) menghentikan proyek gorden, maka mestinya bukan hanya proyek gorden saja yang dibatalkan,” kata Peneliti Formappi Lucius Karus, Rabu (18/05/2022).
Menurut Lucius, ada sejumlah proyek di DPR yang kini tengah berjalan dan minim urgensi. Misalnya, pengaspalan jalan, dan terbaru pengecatan dome atau kubah gedung Nusantara DPR RI di Senayan, Jakarta. Lucius menilai, proyek pengecatan kubah yang menelan anggaran hingga Rp 4,5 miliar itu sulit dipahami. Sebab, rakyat menuntut supaya DPR melakukan efisiensi, bukan malah pemborosan anggaran. Jika proyek-proyek tak penting lain di DPR tak ikut dibatalkan, menurut Lucius, keputusan BURT menghentikan proyek gorden rumah dinas DPR sebatas untuk menyenangkan publik dalam sekejap.
“Semangat penghematan anggaran sesungguhnya tak ada,” ujar dia. Padahal, rakyat berharap keputusan penghentian proyek gorden bukan semata-mata untuk menyenangkan publik sesaat saja.
Keputusan itu, kata Lucius, seharusnya muncul dari komitmen BURT untuk memastikan DPR menjadi lembaga terdepan yang mampu menjaga semangat efisiensi anggaran di tengah situasi krisis yang pasca-pandemi.
“Maka mestinya selain menghentikan proyek gorden, proyek-proyek lain yang memboroskan anggaran juga ikut dihentikan oleh BURT,” ucapnya.
Lebih lanjut, Lucius menilai, meski proyek gorden sudah dihentikan, kejanggalan-kejanggalan dalam proses pengadaannya mestinya tak bisa dihapus begitu saja. Kejanggalan yang dimaksud misalnya, tender yang dimenangkan oleh perusahaan dengan penawar harga tertinggi senilai Rp 43,5 miliar pada saat lelang. Lucius berharap, ini seharusnya menjadi perhatian serius para anggota dewan. BURT diminta memastikan tak ada kongkalingkong dalam proses tender atau pengadaan barang dan jasa di kompleks DPR.
(Ful)