Search

Panca Harakah (In Memoriam KH. Syafruddin Syarif)

Dalam sebuah kegiatan Turba PWNU Jatim ke PCNU se Madura yang dipusatkan di MWCNU Gapura 30 Mei 2021 lalu, Almarhum KH. Syafruddin Syarif yang merupakan Katib Syutiah PWNU Jatim hadir dan memberikan taujihad terkait Panca Harakah NU, yang isinya membuat saya mungkin juga semua hadirin- semakin yakin akan kehebatan NU.

Panca harakah NU (Lima Gerakan NU) meliputi Kaderisasi, Literasi Dakwah, Pendidikan, Fasilitas Kesehatan dan Ekonomi. Panca Harokah NU ini menjadi penting untuk dipahami dan dilaksanakan karena itu diyakini menjadi pilar pergerakan perjuangan Jam’iyah di masa kini dan akan datang.

Kaderisasi: keberlenjutan organisasi sangat ditentukan oleh seberapa besar kegiatan kaderisasi di tubuh organisasi tersebut, termasuk di NU, maka beliau menyebut bahwa kaderisasi menjadi gerakan utama yang harus dilakukan untuk memastikan organisasi tetapo eksis dan berjalan sesuai visi yang sudah dibangun oleh para muassis atau pendirinya.

KH. Mun’im DZ Tim Nasional PKPNU dalam sebuah kesempatan pernah penyampaikan bahwa menjelang abad kedua usia NU, kaderisasi menjadi sebuah kenisacayaan, karena kaderisasi merupakan nentuk konsolidasi organisasi untuk membangkitkan kembali semangat berjam’iyah.

Sementara itu, ada beberapa model kaderisasi yang sudah diterapkan di internal NU sesuai amanat Muktamar 33 di Jombang, yaitu kaderisasi struktural, kaderisasi keulamaan, kaderisasi penggerak NU, kaderisasi fungsional, dan kaderisasi professional. Namum demikian, berdasar hasil Muktamar 34 di Lampung ada upaya revitalisasi model pengkaderan di tubuh NU yang nanti akan diterapkan mulai bulan Juni 2022, sehingga dipastikan ada beberapa perubahan dan perbedaan dari kegiatan pengkaderan sebelumnya.

Baca Juga:  Sajian Khusus: Ahl-Kitab dalam Islam (1): Sebagai Anggota Masyarakat

Literasi dakwah: gerakan perjuangan NU tidak bias lepas dari keguiatan dakwah, maka harus selalu lahir juru dakwah yang bisa mentrasnformasikan misi islam dan pengetahuan kepada umat dengan cara yang ramah. Literasi dakwah ini harus mengintegrasikan pengetahuan (ilmu), pengalaman serta metodologi yang mencerminkan kedamaian, sehingga terumuskan menjadi dakwah yang ramah bukan dakwah yang marah. Selain itu, digitalisasi dakwah juga perlu digalakkan oleh para ulama dan kader NU disemua level, sebagai jawaban atas sikap adabtif jam’iyah aklan kemajuan teknologi informasi.

Dalam konteks dakwah ramah ini, ada pandangan menarik dari Nuryani seorang Dosen Universitas Muhammadiyah Metro, menurutnya Dalam dakwahnya Nahdlatul ‘Ulamâ menggunakan metode dakwah Cultural, seperti halnya dakwah yang dipraktikkan Wali Songo. Nahdlatul al-‘Ulamâ memperkuat pendekatan budaya sebagai salah satu elemen penting dakwah Islam di tanah air. Sehingga, seluruh ajakan melakukan kebaikan dan larangan melakukan keburukan dilakukan secara santun dan adabtif dengan kearifan local.

Baca Juga:  Pesantren dan Penguatan Literasi Keuangan Syariah

Pendidikan: Penguatan SDM NU harus dipacu dari semua lini, salah saunya dari sektor pendidikan, baik formal maupun informal. Maka, kader-kader NU perlu meningkatkan kualitas pendidikannya melalui jalur dan jejaring yang bisa ditempuh sesuai kapasitas masing-masing. Dalam konteks ini, harokah pendidkan juga bias dimaknai sebagai gerakan membangun ruang pendidikan yang berbasis NU, mulai dari level pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Faskes: KH. Syafruddin juga menegaskan pentingnya penyediaan Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang berbasis NU, maka satu dari lima gerakan NUmenurut beliau adalah perjuangan membangun Faskes NU, baik di tingkat cabang, Wilayah maupun pusat.

Ekonomi: sebagaimana menjadi mimpi besar NU sejak beberapa waktu terakhir terkait kemandirian ekonomi NU, maka gerakan kelima NU adalah penguatan ekonomi Jam’iyah dan Jemaah. Ini bisa dilakukan dengan berbagai model dan pendekatan, seperti pendirian koperasi, BMT, UMKM, dan beragam jenis usaha lainnya, yang semua itu berbasis Jemaah dan keudian berimplikasi untuk kemandirian jam’iyah.

Paparan (almarhum) ini seakan mebuka jalan terang masa depan NU, ada optimisme yang luar biasa bahwa NU di masa masa yang akan datang betul-betul akan menjadi organisasi dambaan umat. Maka, Panca Harakah NU sebagaimana telah disebut di atas menjadi kunci untuk diaktualisasikan dalam pergerakan perjuangan NU.

Baca Juga:  PEMILIH MUDA, JANGAN GOLPUT, MASA DEPAN BANGSA DI TANGAN KALIAN

Sebagai tambahan, sebelum beliau mengakhiri taujihadnya, beliau sempat mengisahkan dawuh Habib Lutfi. Dalam kisahnya beliau menyampaikan bahwa Habib Lutfi berdoa kepada Allah, ingin berhenti ngurus NU, atau ingin berhenti jadi pengurus karena usia sudah 70 tahun, namun beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah: “jangan tinggalkan NU, dampingi NU, terus sampean di Nahdlatul Ulama, itulah ijtihad kamu, toriqot kamu, supaya kamu terus di Nahdlatul Ulama”.

“Ini sekelas Habib Lutfi –kata KH. Syafruddin-, apalagi kita yang banyak dosanya, maka beruntunglah kita ada di Nahdlatul Ulama, semoga sampai mati tetap di Nahdlatul Ulama dan diakui sebagai santrinya Hadaratus Sykeh KH. Hasyim Asy’ari”.

Petuah dan penegasan Panca Harakah NU dari KH. Syafruddin Syarif ini ternyata menjadi wasiat penting untuk gerakan internalisasi ke NU an sekaligus penguatan sumber daya di tubuh NU. Tidak disangka, beliau akhirnya meninggalkan kita semua dan kita kader-kader NU menjadi sangat kehilangan. Semoga beliau menjadi ahli Sorga, dan kita para santrnya biisa terus berjuang melanjutkan semua amanah dan petuahnya dalam rangka memajukan Jam’iyah ini. Wallahu A’lam Bissowab.

Ahmad Wiyono

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA