Search

Rukyatul Hilal 1 Syawal 1443 H, LFNU Jatim Pantau di 29 Titik

Ilustrasi rukyatul hilal

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bersama pemerintah akan melaksanakan rukyatul hilal untuk menentukan 1 Syawal 1443 Hijriyah pada Ahad (01/05/2022) besok. Di Jawa Timur, Pengurus Wilayah Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) bersama LFNU kabupaten-kota akan memantau hilal di 29 titik.

Ke-29 titik itu sama dengan yang dilakukan pada saat rukyatul hilal menentukan 1 Ramadhan 1443 Hijriyah bulan lalu. Ada beberapa titik yang berpotensi besar akan melihat hilal, di antaranya di Condrodipo Gresik. “Timnya sama seperti rukyatul hilal Ramadlan, ada 29 titik,” kata Ketua PW LFNU Jatim KH Shofiullah atau Gus Shofi, Jumat kemarin.

Mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Agama dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada saat penentuan 1 Ramadhan satu bulan lalu, syarat untuk melakukan rukyatul hilal yaitu ketinggian anak bulan minimal tiga derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat.

Baca Juga:  Bupati Temanggung Apresiasi Kiprah Fatayat NU

Soal ketinggian hilal tidak ada masalah. Sebab, kata Ketua Gus Shofi, saat hilal dipantau pada 1 Mei nanti ketinggiannya di atas empat derajat. Artinya memenuhi syarat minimal tiga derajat. “Ketinggian hilal nanti semuanya di atas 4 derajat. Di Surabaya sendiri 4,3 derajat, begitu pula di Condrodipo [Gresik ketinggian hilal juga] 4,3 derajat,” katanya.

Yang berpotensi menimbulkan benih perbedaan, juga keputusan, ialah pada sudut elongasi hilal. Sudut elongasi, lanjut Gus Shofi, berkaitan dengan seberapa tebalnya hilal saat dipantau. Semakin tinggi derajat elongasi, maka semakin tebal penampakan hilal.

Masalahnya, papar Gus Shofi, terkait itu muncul dua pendapat. Ada yang mengusulkan berpatok pada sudut elongasi berbasis geosentris, ada pula yang mengusulkan menggunakan sudut elongasi berbasis toposentris. “Geosentris diukur dari titik pusat bumi, kalau toposentris dari permukaan bumi,” tandasnya.

Baca Juga:  Bea Cukai Madura Gandeng NU Berantas Rokok Ilegal

Bila berbasis geosentris, kata Gus Shofi, maka sudut elongasi hilal, terutama bila dipantau dari Jawa Timur, sudah memenuhi syarat 6,4 derajat. Di Surabaya sendiri sudah 6,5 derajat. Namun bila menggunakan usulan toposentris, maka sudut elongasi hilal di bawah 6,4 derajat, yang artinya itu tidak memenuhi kriteria yang disepakati.

PBNU sendiri, lanjut Gus Shofi, mendorong agar pemerintah menggunakan patokan sudut elongasi berbasis geosentris. Dengan begitu syarat minimal sudut elongasi dan ketinggian hilal akan terpenuhi. Dengan begitu, apabila pada 1 Mei 2022 ada tim rukyat yang melihat hilal, maka 1 Syawal 1443 Hijriah jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.

Potensi perpecahan justru akan terjadi apabila pemerintah menggunakan usulan sudut elongasi berbasis toposentris, karena tidak akan memenuhi syarat yang ditetapkan. Bila itu yang dipakai, maka 1 Syawal 1443 Hijriah akan jatuh pada 3 Mei 2022, kendati ada tim rukyat yang melihat hilal.

Baca Juga:  Wabup Gresik Hadiri Peletakan Batu Pertama TPA dan KB

Nah, menggunakan usulan sudut elongasi berbasis toposentris menurut Gus Shofi rentan perpecahan. Apalagi, berdasarkan metode hisab wujudul hilal, Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa 1 Syawal jatuh pada 2 Mei 2022. “Jadi, kenapa PBNU mengusulkan sudut elongasi berbasis geosentris, sebenarnya untuk mencegah perpecahan,” ujarnya.

NF

Terkini

Kiai Bertutur

E-Harian AULA